Indonesia: Mencoba pendekatan baru untuk memperbaiki manajemen publik agar layanan umum membaik

This page in:
Image
Kabupaten Bojonegoro di Jawa Timur berencana memperbaiki manajemen publik agar layanan umum membaik, termasuk kesehatan ibu.



Di Indonesia masa pasca desentralisasi, sebagian besar tanggung jawab untuk menyediakan layanan publik berada di tangan pemerintah daerah. Begitu juga dengan pengelolaan uang pemerintah. Saat ini pemerintah daerah mengelola hampir setengah dari total keuangan negara. Transfer ke daerah sudah naik tiga kali lipat dalam nilai riil dibanding sejak desentralisasi dimulai.
 
Namun, perbaikan dalam indikator kesehatan dan pendidikan belum bergerak banyak, sehingga hasil dari bertambahnya transfer uang ke daerah tampaknya masih kurang memuaskan.

Untuk adilnya, desentralisasi sudah menghasilkan beberapa perbaikan layanan publik dan tata pemerintahan.
 
Contohnya, layanan izin satu atap, dan  munculnya pemimpin-pemimpin daerah yang memiliki orientasi reformasi dan melayani, termasuk presiden saat ini yang naik ke posisi tertinggi berkat kerjanya yang cepat tanggap waktu menjadi walikota.
 
Saat ini, salah satu pemimpin daerah yang berorientasi reformasi ini adalah Bupati Bojonegoro, sebuah kabupaten berukuran sedang di Jawa Timur dengan 1,2 juta penduduk. Akrab dikenal dengan sebutan Kang Yoto, Suyoto mecerminkan potensi kepala kabupaten dalam mendorong perubahan.
 
Ketika Kang Yoto datang ke Bank Dunia, kami sedang menyiapkan sebuah program analisa baru di bawah tema “Decentralization that Delivers”. Tim kami baru saja mempelajari pendekatan baru yang diterapkan di beberapa negara Amerika Latin, yang disebut RAAPID (Rapid Assessment and Action Plan to Improve Service Delivery). Pendekatan ini mendukung pemerintah daerah memecahkan masalah layanan umum yang spesifik.
 
Pendekatan ini dimulai dengan melakukan penilaian kondisi dasar yang diperlukan untuk menerapkan reformasi yang berkelanjutan. Analisa indikator pembangunan kemudian digunakan untuk membantu pemerintah daerah mengidentifikasi kelemahan yang ada. Staf pemerintah daerah kemudian bekerja sama dengan tim Bank Dunia mencermati rantai penyediaan layanan umum untuk mengidentifikasi hambatan yang ada untuk mengembangan rencana aksi agar bisa diatasi. Kang Yoto sangat terlibat dalam proses ini. Pernah suatu kali, diskusi berjalan hingga hampir tengah malam ditemani pisang rebus dan kopi.
 
Bersama-sama kami mengidentifikasi tiga masalah layanan umum yang menjadi prioritas kabupaten. Pertama, menambah angka partisipasi sekolah menengah atas. Tingkat partisipasi sekolah dasar sudah hampir universal sehingga sekarang Bojonegoro mau memberi fokus pada tingkat partisipasi sekolah menengah atas yang sekarang berada di angka 70,4%. Masalah kedua adalah angka kematian ibu (AKI). Meski dalam beberapa tahun terakhir AKI di Bojonegoro sudah turun di bawah sasaran MDG, yaitu 102 tiap 100.000 kelahiran, angka tersebut masih belum stabil. Pada tahun 2015, AKI kembali naik menjadi 128, tapi masih di bawah rata-rata nasional. Masalah ketiga adalah menyederhanakan proses izin usaha.
 
Proses penilaian cepat yang mengkombinasi keahlian sektoral dengan pendekatan manajemen publik menghasilkan beberapa temuan menarik. Termasuk mendukung pendapat bahwa lebih banyak uang belum tentu bisa membeli capaian yang baik kalau tidak didukung pengelolaan dan tata pemerintahan yang baik.
 
Contohnya di sektor pendidikan, tim kami berhasil mengidentifikasi kelemahan fidusia pada sebuah skema hibah baru bagi pelajar sekolah menengah atas. Beberapa tindakan diidentifikasi untuk mengatasinya.
 
Di sektor kesehatan, kami menemukan bahwa minimnya keterampilan tenaga kesehatan telah berkontribusi pada beberapa kejadian kematian ibu. Dibalik persoalan keterampilan tersebut adalah  minimnya alokasi sumberdaya pengembangan keterampilan para bidan selama mereka bekerja.
 
Tim juga mengobservasi bahwa ada peraturan pemerintah pusat yang menyulitkan pemerintah daerah melakukan implementasi. Contohnya, puskesmas tidak bisa menggunakan dana baru dari skema jaminan kesehatan nasional pada tahun anggaran 2014 karena ada regulasi pengadaan. Masalahini baru bisa diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya.
 
Untuk melihat pelajaran apa yang bisa diambil di tingkat kabupaten, Bojonegoro akan menjadi tuan rumah penutupan kegiatan RAAP. Mitra pembangunan lain dari Kanada, Uni Eropa, dan Swiss – yang memberi dukungan aktivitas ini melalui Public Financial Management Multi Donor Trust Fund – akan ikut serta di kampung halaman Kang Yoto.
 
Tim kami juga akan memikirkan potensi pendekatan baru ini dalam memperbaiki layanan publik di Indonesia. Apakah pendekatan ini bisa diperluas untuk diterapkan di 507 kabupaten lain di Indonesia?
 
 


Join the Conversation

The content of this field is kept private and will not be shown publicly
Remaining characters: 1000