Setelah gempa bumi besar di Yogyakarta, Indonesia, pada tahun 2006, kawasan kota dan sekitarnya harus membangun kembali atau memperbaiki sekitar 300 ribu rumah.
Pemerintah punya pilihan menyewa 1.000 kontraktor yang masing-masing akan membangun 300 rumah, atau mengerahkan 300 ribu anggota masyarakat untuk masing-masing membangun satu rumah, rumah mereka sendiri.
Dengan pemerintah sebagai pemimpin proses rekonstruksi, mengambil pilihan kedua dalam mendukung program pemerintah. Ini adalah cara kerja REKOMPAK.
REKOMPAK – nama proyek rekonstruksi rumah pasca bencana yang pertama kali dijalanan setelah tsunami Aceh 2004 – menempatkan masyarakat di kursi pengemudi. REKOMPAK (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pemukiman Berbasis Masyarakat) mengakui masyarakat sebagai mitra setara dalam proses rekonstruksi yang dilibatkan sejak hari pertama untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah dan para donor.
Sederhananya – masyarakat menjadi kontraktor rumah yang mereka bangun.
Dan seperti berbagai organ tubuh yang semua sama pentingnya, REKOMPAK menyadari bahwa tidak ada satu organ tubuh yang lebih penting, dan kalau satu hilang akan mengganggu tubuh secara keseluruhan. Jiwa kesatuan menjadi roh pendekatan berbasis masyarakat proyek ini.
Seperti ini cara kerja REKOMPAK. Masyarakat yang terlibat masing-masing membentuk kelompok yang terdiri dari 10 keluarga. Tiap kelompok didukung satuan tugas yang terdiri dari dua pakar teknis (biasanya mahasiswa teknik atau arsitektur), satu atau dua fasilitator sosial (salah satunya ahli pembangunan masyarakat), satu ahli keuangan, dan empat supervisor konstruksi. Tiap satuan tugas membantu 5-6 kelompok.
Satuan tugas membantu masyarakat yang belum tentu paham dengan teknik membangun rumah. Masyarakat juga dibantu cara mengelola pengeluaran uang dan bagaimana berinteraksi dengan pemangku kepentingan yang lain.
Untuk infrastruktur umum, masyarakat terlibat membuat rencana pemukiman untuk merencanakan penggunaan lahan, rencana spasial, infrastruktur, fasilitas umum serta bila diperlukan mitigasi bencana dan program untuk mendukung matapencaharian.
Model ini tidak akan berjalan di Aceh dan Yogyakarta apabila masyarakat merasa tidak puas atau terpinggirkan dalam proses. Kesatuan dalam seluruh proses sangat penting agar proses rekonstruksi efektif dan efisien.
Transparansi juga penting. Para fasilitator dan sukarelawan pertama-tama melakukan serangkaian penilaian untuk memastikan daftar penerima bantuan. Daftar ini dipasang di tempat umum selama 10 hari agar masyarakat bisa melihat. Keluhan bisa dilakukan melalui rapat warga, dan ini menjadi kesempatan bagi masyarakat yang belum masuk ke dalam daftar untuk meminta penilaian rumah mereka.
Ketika REKOMPAK pertama kali diluncurkan di Aceh pada tahun 2004, beberapa pihak yang terlibat meragukan kalau para korban bencana alam bisa terlibat dalam proses rekonstruksi karena mereka sedang berkabung. Tetapi seiring waktu, rekonstruksi pasca tsunami di Aceh diakui sebagai salah satu yang paling berhasil di dunia.
Mendapatkan kepercayaan masyarakat memerlukan waktu. Di Aceh, saya ingat melihat seorang fasilitator pemerintah yang selama beberapa minggu mengunjungi masyarakat di desa Lambung. Setiap hari ia datang dengan sepeda motornya dan berbicara dengan para tokoh masyarakat, menjelaskan proses REKOMPAK kepada masyarakat sampai akhirnya mereka setuju untuk terlibat. Fasilitator yang terlatih dan terampil juga penting agar proses berhasil.
Terlibatnya masyarakat juga membantu meningkatkan akuntabilitas dan mengurangi risiko korupsi. Dengan terlibat di setiap proses rekonstruksi, masyarakat bisa melacak proses pengadaan barang dan mendapat akses akuntansi pengeluaran.
Program REKOMPAK di Yogyakarta membangun sekitar 300.000 rumah dalam 18 bulan. Bank Dunia juga mendukung rekonstruksi 20.000 rumah di lebih dari 200 desa. Pendekatan REKOMPAK telah dipakai dalam rekonstruksi pasca berbagai macam bencana di Indonesia. Biaya yang lebih rendah menjadi salah satu alasan, karena rumah yang dibangun REKOMPAK menggunakan sumberdaya setempat seperti material dan tenaga ahli, juga menggunakan bahan bangunan lama yang bisa dipakai kembali.
Berkat semangat kolaborasi yang menjadi dasar kerja kami, saya senang melihat bahwa sebagian besar keluarga yang bekerjasama dengan kami sangat puas dengan rumah baru mereka. Di Aceh, tingkat kepuasan dilaporkan berada di kisaran 80 hingga 90 persen, jauh lebih tinggi dari target awal yaitu 65 persen. Anda bisa melihat kepuasan masyarakat melalui video ini.
Pencapaian seperti inilah yang membawa harapan bagi masyarakat, dan bukankah Anda juga senang dengan capaian seperti ini?
Join the Conversation