Di seluruh sektor ekonomi digital di Indonesia, baik perusahaan teknologi raksasa maupun yang lebih kecil mengeluhkan sulitnya menemukan bakat digital. Obert Hoseanto dari Microsoft Indonesia menjelaskan: “Sulit sekali mendapatkan karyawan. Kami menerima ratusan lamaran untuk program magang kami tetapi kami hanya dapat menerima 5 orang.”
Para lulusan pendidikan ilmu komputer juga merasa kesulitan untuk memenuhi keinginan atasan mereka. “Saya hanya menggunakan 30% dari ilmu yang saya pelajari di bangku kuliah saat saya bekerja dulu. Sisanya adalah learning by doing,” kata Natali Ardianto, dari tiket.com, sebuah perusahaan start up Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang pesat.
Dalam upaya membahas kesenjangan keterampilan ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan sebuah lokakarya yang juga didukung oleh Bank Dunia untuk memperolah masukan dari sektor swasta, pakar pendidikan, dan praktisi global.
Penelitian kami mendukung rekomendasi yang kami berikan agar Indonesia dapat menjembatani kesenjangan ini. Temuan awal dari penelitian yang sedang dilakukan mengenai kebutuhan keterampilan TIK mencatat bahwa, sementara negara ASEAN lainnya sedang terus berusaha memenuhi kesenjangan keterampilan ini, kendala Indonesia terletak pada skala pembangunan tenaga kerja di Indonesia[1]. Indonesia telah membuat kemajuan dalam Indeks Pembangunan TIK (ICT Development Index), tetapi keterampilan harus ditingkatkan melalui kinerja pendidikan secara keseluruhan dan program akselerasi keterampilan TIK. Merujuk pada nomenklatur keterampilan TIK menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), penelitian menunjukkan adanya kebutuhan keterampilan komplementer seperti soft skill dari keterampilan memimpin/leadership dan komunikasi, juga pemahaman yang baik dalam pemasaran bisnis.
Jadi, bagaimana kita mengasah bakat digital yang tepat? Banyak pihak menawarkan solusi. Strategi, menurut sektor swasta, harus mencakup pelatihan tambahan dan magang, kolaborasi dengan komunitas lokal, dan memanfaatkan keterampilan para profesional dari pasar internasional. Perusahaan perjalanan Tiket.com bekolaborasi dengan pemrakarsa lokal seperti peningkat kapasitas Pondok Programmer untuk melatih kaum muda sebagai ahli pemograman. Perusahaan transportasi berbasis daring Go-Jek merekrut tenaga profesional internasional untuk mengajar di salah satu pusat penelitian mereka di luar Indonesia.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga melihat perlunya perubahan dalam budaya dan nilai-nilai perusahaan. Perusahaan telekomunikasi milik negara, Telkom, mengirimkan karyawannya ke luar negeri untuk terjun langsung dalam pelatihan dan praktik baik (good practice) internasional. Untuk meningkatkan keterampilan digital karyawannya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) menggunakan sebuah kerangka kerja akselerator bakat untuk mengasah diskusi kreatif, kelas-kelas master digital, dan program-program imersi digital.
Pemerintah Indonesia juga mulai bersiap dan membenahi pendidikan kejuruan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang menyusun peta jalan (roadmap) tentang strategi pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan sebagai acuan bagi pemerintah daerah. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sedang mewujudkan program Pendidikan Tinggi 4.0 (Higher Education 4.0), dimana pembelajaran terjadi dalam masyarakat yang saling terhubung dan mengambil manfaat dari teknologi digital. Program peningkatan keterampilan bagi tenaga kerja yang mentitikberatkan pada IT, infrastruktur, kesehatan, dan industri retail digital, sedang diluncurkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Untuk memandu pengembangan keterampilan TIK dan proses sertifikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengembangkan sebuah peta jalan TIK.
Meskipun usaha-usaha ini telah mendorong kemajuan, namun tampaknya belum cukup. Usaha lebih lanjut tetap diperlukan.
Pertama, peraturan dan program pemerintah perlu diselaraskan dengan peta jalan yang telah diusulkan untuk pengembangan keterampilan digital. Kemitraan sektor publik dan swasta dapat mendukung agenda ini, karena itu kerjasama ini harus diperkuat.
Kedua, pertimbangkan solusi inovatif. Kita tidak perlu melihat terlalu jauh untuk belajar. Dari Digital and E-Commerce Center Malaysia yang didirikan untuk mendorong program menuju visi Malaysia Digital, hingga IT-BPM Road Map dan kemitraan antara industri teknologi dan komunitas pendidikan untuk mencapai literasi digital di Filipina, serta kemitraan sejenis antara beberapa industri yang mendukung strategi komprehensif di Thailand. Komunitas regional ASEAN dipenuhi dengan program-program yang menjanjikan. Dengan lebih menitikberatkan pada program pengembangan keterampilan digital, praksarsa Skills Future di Singapura juga menawarkan kerangka kerja dan alur yang jelas untuk peningkatan keterampilan tenaga kerja.
Ketiga, bertanya pada konsumen. Pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta dalam peningkatan keterampilan, didorong oleh permintaan. Inovasi inkubator dan prakarsa ‘marketshare’ Intel berbasis komunitas dan menyediakan pilihan untuk agen nasional dan pemerintah daerah. Saran lainnya yang dikemukakan oleh Go-Jek adalah untuk bekerja dengan profesional dan pendidik internasional untuk memperkuat pengajaran dan pembelajaran ilmu komputer, dan untuk memberikan insentif pada professional TIK Indonesia berpengalaman yang berkerja di luar negeri agar kembali bekerja di tanah air.
Bagaimanapun, jika Indonesia memenuhi potensinya sebagai ekonomi terbesar ketujuh dunia di tahun 2030 dan terbesar keempat di tahun 2050, ekonomi digital negara ini dapat menawarkan sebanyak mungkin peluang seperti yang dapat ditawarkan oleh negara lain.
_______________________________
Join the Conversation