Available in English
Sukarelawan mahasiswa Universitas Indonesia sedang membahas kebutuhan pemetaan dan tanggap darurat banjir di kantor BPBD bersama Senior Disaster Risk Specialist Iwan Gunawan. |
Bencana memiliki cara tersendiri untuk menguji persahabatan.
Di pagi hari pada tanggal 17 Januari 2013, ketika air banjir mulai naik di Jakarta, ujian ini tiba di hadapan saya. Badai besar yang muncul pada tengah malam sebelunya semakin membesar, menambah jumlah air di kota yang sudah dilanda hujan deras selama beberapa hari. Semua indikator, seperti ketinggian air di beberapa pintu air dan pencitraan radar cuaca, menunjukkan banjir besar akan datang.
Kemudian saya menelpon beberapa teman di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Mereka merupakan tim yang relatif baru, dibentuk pertama kali pada tahun 2011,. Beberapa anggotanya berpengalaman menghadapi bencana dalam skala yang serupa, namun banjir besar di Jakarta terjadi lima tahun yang lalu.
Saya masih ingat pengalaman pribadi bekerja pada beberapa kejadian bencana alam – dan ada banyak di Indonesia. Saya juga masih ingat bagaimana saya berterimakasih ketika ada orang yang menawarkan bantuan. Karena itu, saya bertanya pada tim BPBD: Apakah kalian perlu bantuan?
Karena mereka tahu kondisi terburuk akan segera tiba – pada saat itu, air akan membanjiri Istana Presiden dalam hitungan jam – mereka mengatakan “ya”.
Kami kemudian memanggil sekelompok mahasiswa dari Universitas Indonesia yang pernah membantu BPBD menggunakan pemetaan partisipatoris Open Street Map – sebuah proses pemetaan partisipatoris dimana masyarakat setempat bisa berkontribusi pada bagian tertentu peta – yang menggunakan pendanaan dan panduan dari Bank Dunia. Para mahasiswa bersemangat membantu, terlebih karena mereka tahu apa yang akan diperlukan BPBD juga karena mereka tidak akan mengganggu staf BPBD dalam menangani krisis yang sedang terjadi.
Para mahasiswa memerlukan beberapa jam untuk tiba di kantor BPBD karena banjir dan tidak adanya kereta. Hal tersebut membuat mereka harus berjalan kaki menembus banjir. Ketika mereka tiba, para mahasiswa sukarelawan bekerja sehari penuh dalam beberapa shift untuk memantau situasi. Mereka mengelola aliran informasi, terutama distribusi data geospasial dampak banjir, juga bantuan apa saja yang diperlukan. Bantuan mereka sangat berarti bagi tim BPBD, yang sebagian besar nyaris tidak tidur beberapa hari sebelumnya.
Menyadari bahwa para mahasiswa akan kesulitan kembali ke rumah, kami memesan kamar hotel dekat kantor BPBD agar mereka bisa kembali esok harinya tanpa harus melewati banjir. Besok paginya, saya dan kolega dekat saya, Rinsan, mendatangi kantor BPBD untuk memberi dukungan dan beberapa masukan praktis. Perjalanan ke kantor BPBD tidaklah mudah karena harus melewati jalan-jalan yang terendam banjir.
Untuk melihat dampak banjir, kami menggunakan perahu karet. Namun kami tidak bisa melakukan survei untuk waktu yang lama karena banyak yang lebih memerlukan perahu tersebut. |
Pada hari Minggu, saya beserta seorang kolega, Ruby, mendatangi daerah Pluit yang terkena banjir parah. Kami menggunakan sebuah perahu karet untuk melihat dampak banjir di sana. Perjalanan ke Pluit merupakan sebuah tantangan, tapi tantangan tersebut tidak berarti bila dibandingkan musibah yang dialami banyak warga Jakarta pada beberapa hari tersebut – saat puncak banjir, sekitar 30.000 orang terpaksa mengungsi.
Beberapa kolega memberikan apresiasi pada tim kami di Bank Dunia karena telah ikut membantu saat banjir melanda Jakarta. Saya menghargai apresiasi mereka, tapi bantuan yang kami berikan sebenarnya merupakan wujud sebuah kemitraan. Karena aspek kemitraan sangat penting dalam pekerjaan kami di Bank Dunia, baik dalam wujud donor yang saling membantu saat krisis, atau dalam wujud masyarakat yang berkumpul untuk membantu tetangga yang terkena musibah. Apabila sebuah krisis menjadi ujian sebuah persahabatan, saya harap kami telah lulus ujian dari teman-teman dan mitra kami.
Bagaimana respon anda dalam situasi darurat seperti bencana alam? Apakah anda punya contoh membantu yang lain saat terjadi musibah?
Join the Conversation