Seiring dengan langkah Indonesia untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045, investasinya pada penduduk termudanya mungkin merupakan strategi yang paling bijaksana.
Ketika anak tumbuh sehat dan mendapatkan gizi yang baik, maka seluruh bangsa akan sejahtera. Hal sederhana ini yang mendorong kemajuan luar biasa Indonesia dalam hal kesehatan ibu dan anak.
Seperti menanam benih di tanah yang subur, berinvestasi pada kesehatan dan gizi pada masa kehidupan yang paling awal akan menghasilkan manfaat yang luar biasa: Ekonomi yang lebih kuat, kehidupan yang produktif, dan masyarakat yang berkembang.
Indonesia meyakini kearifan ini. Baru-baru ini, Indonesia merayakan Hari Gizi Nasional 2025. Pengalaman Indonesia memberikan pelajaran berharga dari apa yang dapat dicapai oleh kepemimpinan yang teguh berkomitmen dan kemitraan yang terfokus.
Satu dekade yang lalu, situasi nutrisi di Indonesia memprihatinkan. Lebih dari satu dari tiga anak Indonesia di bawah usia 5 tahun mengalami stunting, yang artinya tubuh yang terlalu pendek untuk usianya karena gizi yang buruk. Anak-anak ini menghadapi hambatan yang tidak kasat mata dan akan berlangsung seumur hidup mereka dalam belajar dan memenuhi potensi mereka. Dampaknya tidak hanya diukur dalam tinggi badan, tetapi juga dalam bentuk bakat yang tidak tersalurkan.
Kemudian, di tahun 2017 keadaan berbalik, Indonesia meluncurkan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (StraNas Stunting). Ini bukan sekadar program pemerintah, melainkan sebuah gerakan nasional.
Saat ini, di ribuan pulau, para ibu yang baru melahirkan menerima bantuan makanan untuk meningkatkan produksi ASI. Ibu – ibu hamil menghadiri kelas gratis tentang nutrisi dan perawatan anak baru lahir. Anak-anak balita menerima layanan pertumbuhan awal yang vital, termasuk berbagai vaksin untuk ketahanan tubuh.
Seperti sebuah simfoni yang tertata rapih, program ini menyelaraskan para pemimpin di tiap tingkat pemerintahan, mulai dari kementerian di tingkat nasional hingga dewan desa, dengan fokus pada nutrisi, air bersih, pendidikan, keluarga berencana, dan dukungan sosial.
Petugas kesehatan menjadi konduktornya, membantu membawa anak-anak yang sering tertinggal ke dalam program ini, terutama mereka yang belum pernah menerima satu pun vaksin, yang dikenal sebagai anak-anak “tanpa dosis”.
Indonesia tidak menempuh jalan ini sendirian. Program Investasi pada Nutrisi dan Anak Usia Dini (INEY) Indonesia didukung oleh Bank Dunia dan Global Financing Facility (GFF). Program ini menjadi jembatan yang menghubungkan visi nasional dengan aksi di tingkat desa.
Gambarannya seperti ini: Para pemimpin di tingkat desa bekerja sama dengan petugas kesehatan dan sukarelawan, membuat dan melaksanakan program bagi seluruh ibu dan anak. Ibu hamil menerima perawatan yang konsisten selama masa kehamilannya. Keluarga yang melakukan kunjungan rutin ke fasilitas kesehatan untuk pemantauan pertumbuhan kehamilan, vaksinasi, dan pembelajaran bagi orang tua. Ini bukan sekedar perawatan kesehatan, ini adalah kepedulian masyarakat.
Ketika Gavi, Aliansi Vaksin bergabung pada fase kedua, mereka membawa fokus tambahan yaitu bagaimana menjangkau anak-anak “tanpa dosis”. Seperti potongan-potongan teka-teki yang saling terkait, kemitraan ini menciptakan gambaran kesehatan yang lengkap: lebih sedikit penyakit pada masa kanak-kanak berarti status asupan nutrisi yang lebih baik, dan nutrisi yang lebih baik berarti respons yang lebih kuat terhadap vaksin.
Hasilnya sangat nyata. Antara tahun 2018 dan 2023, angka stunting pada anak di Indonesia turun dari 30,8 persen menjadi 21,5 persen, menandai salah satu perbaikan tercepat di dunia. Program ini menjangkau lebih dari 20 juta anak di bawah usia dua tahun dan melatih lebih dari 75.000 sukarelawan masyarakat. Jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi menurun drastis sebesar 21 persen pada kelompok usia 12-24 bulan dan 47 persen pada anak yang lebih tua.
Sekarang, INEY memasuki fase kedua (2023-2028) dengan dukungan baru: 600 juta dolar AS dari Bank Dunia, 17 juta dolar AS dari GFF dan 13 juta dolar AS dari Gavi, melengkapi sumber daya dari Indonesia sendiri. Ini bukan sekedar pendanaan, akan tetapi, merupakan bahan bakar bagi visi ambisius Indonesia untuk mengurangi stunting menjadi hanya 5 persen pada tahun 2045.
1.000 hari pertama kelahiran merupakan periode emas untuk melakukan intervensi, tetapi Indonesia tidak berhenti periode ini saja. Program Makan Bergizi Gratis direncanakan dapat memperluas penanganan hingga ke jenjang sekolah, menciptakan rantai dukungan yang tak terputus, mulai dari kandungan hingga ke ruang kelas, untuk mengatasi malnutrisi pada anak dan meningkatkan hasil pendidikan di Indonesia.
Dalam perjalanan Indonesia untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045, investasi pada warga negara termuda mungkin merupakan strategi yang paling bijaksana. Dengan menjaga kesehatan dan potensi setiap anak, dimulai dari masa-masa awal yang krusial dan kemudian sepanjang masa kanak-kanak, Indonesia tidak hanya memperbaiki angka statistik. Upaya ini menumbuhkan generasi yang akan berdiri tegak dalam segala hal.
Dengan komitmen politik yang teguh, kemitraan yang kuat, dan visi yang jelas, Indonesia menunjukkan kepada kita semua apa yang dapat terjadi ketika sebuah negara memutuskan bahwa setiap anak tidak hanya berhak untuk bertahan hidup, tetapi juga berkembang.
José Manuel Barroso adalah Ketua Dewan Gavi, Aliansi Vaksin. Manuela V. Ferro adalah Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik.
Artikel ini terbit pertama kali di Jakarta Post pada 20 Maret 2025.
Join the Conversation