Pandemi coronavirus (COVID-19) telah mengangkat betapa pentingnya sistem perlindungan sosial yang komprehensif dan mudah beradaptasi. Pandemi juga telah menunjukkan berbagai tantangan dan kerentanan yang muncul jika sistem tersebut tidak tersedia. Untungnya, banyak negara cepat tanggap melalui pencegahan agar kelompok rentan tidak jatuh-lebih jauh-ke dalam kemiskinan, membantu orang tetap memiliki pekerjaan dan usaha-usaha masih berjalan. Hingga 8 Mei, 171 negara telah merencanakan, memperkenalkan, atau mengadopsi lebih dari 800 upaya perlindungan sosial untuk menanggapi pandemi tersebut, dan sepertiga di antaranya berbentuk bantuan tunai.
Indonesia juga telah menanggapi dengan cepat, menggunakan fondasi kuat program-program bantuan sosial dan asuransi sosial yang telah diterapkan dalam dua dekade terakhir. Sistem tersebut meliputi program-program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar, dan Sembako yang mencakup jutaan rumah tangga miskin, serta Jaminan Kesehatan Nasional yang mencakup lebih dari 223 juta orang. Selain itu, program-program asuransi sosial dan perlindungan pekerja seperti dana pensiun, asuransi kecelakaan kerja, dan cuti melahirkan memberikan perlindungan atas sejumlah risiko jangka pendek dan jangka panjang.
Pada bulan Maret, pemerintah Indonesia meningkatkan untuk sementara kupon sembako bantuan makanan sebesar 33% dan memperluas cakupannya hingga mencapai 30% populasi. Program andalan bantuan tunai bersyarat yaitu PKH, yang mencakup 10 juta rumah tangga, juga telah ditingkatkan 25%. Selain itu, dua skema bantuan tunai tanpa syarat (BLT pusat dan BLT Dana Desa) juga telah diluncurkan guna menambah cakupan bantuan jumlah keluarga miskin dan rentan. Dan untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap layanan kesehatan di masa yang kritis ini, pemerintah juga telah memperluas skema asuransi kesehatan nasional hingga 30 juta pekerja informal. Semua upaya ini juga didukung dengan berbagai inisiatif lainnya dari pemerintah untuk menanggapi dan mengendalikan dampak dari pandemi.
Ketika terjadi guncangan besar seperti COVID-19, banyak pelajaran yang dapat dipetik serta tantangan dan kesempatan yang muncul. Sebelum pandemi, Bank Dunia baru menyelesaikan laporan yang berjudul "Berinvestasi pada Manusia - Perlindungan Sosial untuk Visi Indonesia 2045" yang memberikan ulasan komprehensif atas sistem perlindungan sosial yang berlaku dan analisis atas apa yang akan dibutuhkan Indonesia di masa depan. Sekarang, berbagai temuan dari laporan tersebut menjadi semakin relevan.
Akan terlihat seperti apakah masa depan Indonesia? Seperti banyak negara lainnya, teknologi diperkirakan akan mengubah keterampilan yang dibutuhkan dalam pasar tenaga kerja serta cara masyarakat bekerja. Indonesia akan membutuhkan angkatan kerja dengan keterampilan yang meningkat, termasuk keterampilan-keterampilan kognitif dan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) tingkat lanjut. Kemudian, sebagian besar tenaga kerja mungkin akan memiliki banyak sumber pekerjaan sepanjang karier mereka. Sektor informal masih mempekerjakan lebih dari 50% pekerja Indonesia (70% di pedesaan), dan tingkat pekerjaan informal yang tinggi kemungkinan akan persisten berdasarkan tren yang ada dan pertumbuhan gig economy dan e-commerce.
Populasi Indonesia juga menua dengan cepat: pada tahun 2030, bonus demografi kemungkinan akan berakhir. Bagian lansia yang lebih besar dalam populasi akan mempengaruhi pasar tenaga kerja dan permintaan terhadap sistem perlindungan sosial, termasuk atas dana pensiun dan perawatan jangka panjang.
Selain pandemi seperti COVID-19, Indonesia juga rentan terhadap perubahan iklim dan bencana alam, yang berpotensi memaksa rumah tangga untuk mengambil tindakan negatif seperti mencairkan tabungan dan aset, mengurangi nutrisi, atau tidak menghiraukan kebutuhan kesehatan.
Tren, kesempatan, dan tantangan yang bermunculan tersebut akan mempengaruhi bentuk sistem perlindungan sosial di masa depan. Apakah sistem Indonesia sudah siap menghadapinya? Hasil laporan kami menunjukkan bahwa untuk mendukung visi Indonesia 2045 dalam mencapai status pendapatan tinggi dan mengurangi kemiskinan hingga mendekati angka nol, sistem perlindungan sosialnya akan memerlukan peningkatan lebih lanjut.
Sistem tersebut harus berupaya menjadi lebih universal dan mudah diakses bagi seluruh populasi Indonesia, terlepas apakah mereka bekerja di sektor formal maupun informal, yaitu dengan memberikan masyarakat "jaminan minimum" perlindungan dari kemiskinan dan guncangan pendapatan sepanjang siklus hidup, serta upaya berkelanjutan membangun modal manusia guna meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas tenaga kerja jangka panjang.
Indonesia dapat mencapai hal tersebut dengan meningkatkan lebih lanjut pada program-program bantuan sosial yang ada seperti PKH dan Sembako, dengan memperluas cakupan dan lebih melindungi lansia dan juga mereka yang hidup dengan disabilitas.
Lebih lanjut lagi, Indonesia dapat membangun sistem asuransi sosialnya dengan meningkatkan kemampuan sistem dalam menanggapi risiko jangka pendek dan panjang seperti pengangguran dan usia tua. Indonesia perlu mendorong partisipasi dan pekerjaan angkatan kerja, serta mengakomodasi perubahan pada pasar tenaga kerja karena teknologi, otomasi, dan gig economy.
Biaya yang diperlukan untuk sistem perlindungan sosial yang siap menghadapi masa depan tidak sedikit. Walaupun penanggulangan COVID-19 telah menunjukkan bahwa jangkauan, kelayakan, dan sistem pemberian layanan perlindungan sosial dapat disesuaikan dengan cepat, namun investasi untuk sistem yang lebih baik dan peningkatan cakupan akan membuat negara menanggung pengeluaran yang lebih besar.
Untuk mempelajari lebih lanjut bagaimana Indonesia dapat melakukan hal tersebut, silakan lihat laporan terbaru kami: Berinvestasi pada Manusia: Perlindungan Sosial untuk Visi Indonesia 2045.
Info terkait:
Video: Indonesia Protecting the Poor and Vulnerable
Video: The Future of Indonesia's Social Protection
Join the Conversation