Negara Indonesia telah muncul sebagai kekuatan besar, tumbuh menjadi negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia dan lebih dari separuh angka kemiskinan telah dikurangi sejak pergantian abad hingga saat ini. Namun, prestasi tersebut juga disertai peningkatan ketimpangan pendapatan (income inequality), dimana dua pertiganya dijelaskan oleh ketidaksetaraan peluang (inequality of opportunities)[1].
Indeks Human Capital Bank Dunia menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir di Indonesia saat ini cenderung hanya akan mencapai 53 persen dari nilai maksimum modal manusia mereka andaikata mereka mendapatkan secara utuh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang dibutuhkan.[2] Dengan kata lain, ada risiko yang cukup tinggi bagi anak-anak Indonesia untuk tumbuh secara tidak sehat dan berpendidikan rendah dan dihadapkan pada minimnya akses serta investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Berbagai hal ini mempersulit mereka untuk bersaing dalam dunia kerja yang terus berubah.
Komponen utama dari modal manusia yang rendah didorong oleh prevalensi stunting, yang didefinisikan sebagai anak yang memiliki ukuran tinggi badan yang terlalu rendah untuk usianya. Kondisi stunting menyebabkan pertumbuhan dan dampak koginitif yang negatif pada seorang anak, dengan demikian ketika sekitar sepertiga dari anak-anak Indonesia – atau sekitar 8 juta – mengalami stunting, hal ini menjadi keadaan darurat nasional.[3] Pemerintah Indonesia telah mengenali masalah ini dan telah meluncurkan strategi nasional pengurangan stunting yang juga didukung oleh Bank Dunia baik melalui bantuan teknis dan juga program pembiayaan berbasis hasil. [4]
Berbagai inisiatif untuk mengatasi stunting telah dilaksanakan di Indonesia. Banyak inisiatif multi-sektor sudah dimulai oleh Kementerian dan Lembaga di semua tingkat pemerintahan dan masyarakat sipil. Kami, dua staf muda di Bank Dunia, juga ingin terlibat, dan tidak hanya melalui program kerja kami.
Di Nusa Tenggara Timur, tujuan wisata menakjubkan yang juga rumah bagi Komodo, angka stunting adalah sekitar 43 persen – lebih tinggi dari rata-rata nasional. Namun, ketika Anda pergi dan bertanya kepada penduduk desa tentang stunting, mereka tidak tahu.[5] Hal ini membangkitkan kesadaran kami bahwa ada kebutuhan untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan kesadaran tentang stunting di tingkat rumah tangga – orang-orang yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan anak yang beresiko stunting.
Kami melihat pengumuman dari Youth Innovation Fund (YIF) dan mengajukan proposal proyek untuk berkolaborasi dengan organisasi lokal, the 1000 Days Fund untuk mendistribusikan poster tinggi badan (Height Chart) ke rumah-rumah di desa-desa untuk membahas tentang stunting dan mengukur tinggi badan anak-anak bersama-sama dengan keluarga.
Kami percaya bahwa inovasi tidaklah hanya tentang teknologi baru, tetapi juga tentang alat-alat sederhana yang disampaikan secara berbeda dan terutama disesuaikan dengan kebutuhan pengguna – dalam hal ini, penduduk Indonesia di pedesaan. Height Chart anak – atau yang oleh penduduk setempat di Nusa Tenggara Timur disebut Poster – memiliki grafik pengukuran tinggi badan untuk anak-anak antara 9-24 bulan dan juga langkah-langkah praktis untuk mencegah stunting. Disain poster tersebut telah direvisi beberapa kali berdasarkan komentar dan masukan dari ibu-ibu dan para petugas kesehatan di pedesaan.
Gagasan proyek ini memenangkan Kompetisi YIF yang berlangsung di Desember 2018 dan menerima US$ 25.000 untuk implementasi dari Januari hingga Juni 2019. Tim proyek memasang Height Chart di 159 rumah di tiga desa yang berlokasi di tiga pulau yang berbeda di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selama implementasi dan pemasangan Height Chart, tim proyek juga melakukan konseling dengan pengasuh anak (mayoritas ibu-ibu) tentang cara menggunakan Height Chart untuk mengukur anak-anak mereka dan tentang perilaku-perilaku kunci dalam mencegah stunting. Selain itu, sebanyak 22 pekerja kesehatan desa, yang dikenal sebagai kader dan nakes, juga diberikan pengetahuan tentang pencegahan dan pengurangan stunting melalui lokakarya interaktif, termasuk informasi pentingnya seribu hari pertama dalam hal perawatan dan perkembangan anak [6]. Akhirnya, untuk mendukung peningkatan pengetahuan yang berkelanjutan, tim proyek juga bertemu dengan kepala desa untuk memotivasi pengalokasian sumber daya untuk kegiatan yang mendorong pencegahan dan pengurangan stunting di tiga desa tersebut.
Setelah sekitar enam bulan implementasi, 65 persen pengasuh anak (mayoritas ibu-ibu) mampu mendefinisikan stunting dan 48 persen mampu menjelaskan mengapa stunting penting – peningkatan besar dari 4 persen di awal kegiatan. Lebih penting lagi, 62 persen dari pengasuh anak mengatakan bahwa memiliki Height Chart di rumah mereka membantu perubahan ke arah perilaku positif. Dari sisi petugas kesehatan desa, pada mulanya hanya 35 persen merasa percaya diri menjelaskan aspek-aspek kunci seputar stunting dan cara pencegahan stunting, angka ini berlipat dua kali menjadi 73 persen setelah enam bulan. Selain itu, pendekatan proyek yang melakukan kunjungan reguler dan berbagai pertemuan tingkat komunitas yang diselenggarakan dan dihadiri oleh kepala desa, tampaknya berpengaruh pada meningkatnya alokasi anggaran desa untuk untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang mendukung pencegahan dan pengurangan stunting.
Di akhir periode implementasi, kami menyimpulkan bahwa kepemilikan lokal, yaitu memastikan petugas kesehatan desa ikut serta dalam merevisi desain grafik tinggi badan dan pelaksanaan kegiatan proyek di desa; frekuensi rutin, yaitu memastikan bahwa pesan-pesan utama seputar stunting diulangi berkali-kali melalui kunjungan bulanan; dan memperluas akses, yaitu mengikutsertakan para ayah dan ibu dalam pemasangan dan penjelasan Height Chart di rumah-rumah, adalah prinsip-prinsip kunci yang mendorong keberhasilan dalam meningkatkan kesadaran dan memungkinkan perubahan dari bawah ke atas dalam perjuangan mengurangi stunting.
Meskipun inisiatif Height Chart ini hanya sebagian kecil dari upaya nasional yang lebih besar untuk memerangi stunting, hal ini telah mendapatkan perhatian yang cukup untuk mendorong intervensi ke lebih banyak desa, yang dipelopori oleh 1000 Days Fund dan didukung oleh sektor swasta serta pemerintah daerah.
[1] World Bank (2018) Indonesia’s Rising Divide. World Bank. Jakarta, Indonesia.
[2] Untuk melihat lebih lanjut mengenai human capital di Indonesia, lihat: http://blogs.worldbank.org/eastasiapacific/human-capital-development-key-indonesias-future
[3] Tingkat stunting Indonesia sekarang adalah 31 persen dan sudah menurun sejak 2013 (37 persen) – Riskesdas 2018.
[4] TNP2K (2019) National Strategy to Accelerate the reduction in stunting. TNP2K. Jakarta, Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia: http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Stranas%20Percepatan%20Pencegahan%20Anak%20Kerdil.pdf
[6] Pentingnya 1000 hari hidup pertama dan hasil awal kerja Indonesia untuk menurun stunting di deskripsikan lebih lanjut di: http://documents.worldbank.org/curated/en/913341532704260864/pdf/128954-REVISED-WB-Nutrition-Book-Aiming-High-11-Sep-2018.pdf
Join the Conversation