“Masa depan Indonesia dipertaruhkan”, demikian dikatakan oleh Camilla Holmemo dalam sambutan pembukaannya pada Konferensi Kebijakan Perkembangan Anak Usia Dini yang diselenggarakan pada bulan Juli 2017 di Jakarta. Ucapan tersebut dikatakan oleh Program leader for human development, poverty and social development Bank Dunia di Indonesia kepada peserta kegiatan dengan menyoroti kurangnya akses layanan pendidikan dan perkembangan anak usia dini (ECED / Early Childhood Education and Development) dan tingginya masalah stunting di Indonesia.
Walaupun Indonesia telah menjadi negara berpendapatan menengah, satu dari tiga anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting, dan menempati posisi kelima tertinggi di dunia. Bagi anak-anak ini, kemungkinan untuk menjadi warganegara yang produktif sangat sulit untuk dicapai – kecuali bila kita melakukan sesuatu tentang hal itu sekarang.
Intervensi anak usia dini dikenal secara luas sebagai salah satu investasi yang paling efektif secara biaya yang bisa dilakukan suatu negara dalam membangun sumberdaya manusia, mengurangi ketimpangan dan mendorong pertumbuhan dan kemakmuran di masa depan.
Bank Dunia sudah menjalin berbagai kemitraan dengan pemerintah Indonesia dalam bidang ini. Terutama, the Early Childhood Education and Development Project, yang berjalan dari tahun 2006 sampai 2013 dan Generasi ECED Frontline Pilot
Proyek percontohan dua tahun ini adalah kolaborasi antara Bank Dunia, Kementerian Desa dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan dukungan pemerintah Australia. Program ini bertujuan untuk bekerja melalui sistem di Indonesia yang sangat terdesentralisasi untuk meningkatkan ketersediaan pelatihan professional yang bermutu tinggi dan dengan harga terjangkau untuk guru PAUD di komunitas yang tersebar di desa-desa di 25 kabupaten.
Saat ditanyakan mengenai apa yang sedang dilakukan untuk perkuatan kolaborasi antara pemangku kepentingan pendidikan dan para pemangku kepentingan pengembangan komunitas terkait pendidikan anak usia dini, Harris Iskandar, Direktur Jenderal untuk Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, yang menjadi mitra utama pemerintah dalam proyek percontohan, mengatakan bahwa program tersebut mendukung kerjasama antara para pemangku kepentingan di tingkat pusat, daerah dan perdesaan untuk memperkenalkan sistem pelatihan guru berbasis kabupaten di 25 kabupaten.
Tujuan utama dari program percontohan adalah untuk memanfaatkan UU Desa yang belum lama ini diperkenalkan; suatu sistem transfer dana langsung ke desa-desa di seluruh Indonesia untuk membiayai berbagai program pengembangan masyarakat. Dana ini merupakan suatu kesempatan bagi desa-desa untuk melakukan investasi pada pusat PAUD dan guru-guru komunitas mereka sendiri mengingat terbatasnya investasi pemerintah.
Dalam acara tersebut, Farid Abdillah, Kepala Desa dari Trenggalek, Jawa Timur, menyampaikan sambutan antusias dan menceritakan otoritas yang bisa dimiliki para pemimpin masyarakat dalam mendorong agenda pendidikan usia dini dalam sistem tata pemerintahan Indonesia yang semakin terdesentralisasi.
Abdillah menyampaikan bahwa ia telah membangun jalan raya dan jembatan dalam 10 tahun masa jabatannya sebagai kepala desa. Sekarang ia melihat adanya kebutuhan menggunakan dana desa untuk melakukan investasi pada aset yang luar biasa yaitu sumberdaya manusia.
Di bawah kepemimpinan Abdillah, Desa Pandean telah melakukan investasi yang signifikan untuk pendidikan anak usia dini – Rp 15 juta pada tahun 2015 dan Rp 90 juta pada tahun 2016.
Desa tersebut adalah salah satu dari lebih dari 2.500 desa yang berpartisipasi dalam program Gugus Depan PAUD. Sebagai bagian dari program, pemerintah desa menominasikian guru-guru setempat untuk mendapatkan pelatihan, dan kelompok masyarakat mengadakan pengaturan kontrak dengan berbagai LSM, memantau kinerja serta mengelola dan mendistribusikan dana. Dengan memperkenalkan partisipasi masyarakat ke dalam proses pemberian layanan, program tersebut meletakkan dasar suatu sistem yang dapat direplikasi sehingga desa-desa di seluruh Indonesia dapat menginvestasikan dana mereka secara lebih baik untuk meningkatkan mutu layanan PAUD dalam komunitas mereka.
Program Gugus Depan PAUD juga melibatkan para pelaku non-tradisional yang dapat menciptakan perubahan positif untuk anak usia dini, seperti Arumi Bachsin, sosok ternama Bunda PAUD, atau Ibu dari kelompok PAUD.
Kelompok advokasi PAUD dibentuk oleh para isteri para pemimpin pemerintah terkemuka di Indonesia, mulai dari presiden dan para menteri sampai ke tingkat pemerintah kabupaten dan desa. Program PAUD telah mengupayakan untuk memanfaatkan otoritas informal kelompok yang unik serta kemampuannya untuk memfasilitasi umpan balik antara penyedia Pendidikan di lapangan dan mereka yang dalam posisi memiliki kekuasaan.
Dengan keterlibatan seorang Direktur Jenderal, kepala desa dan isteri kepala kabupaten dimana mereka berbagi pandangan mengenai perkembangan anak usia dini, konferensi ini merupakan sarana untuk mengingatkan akan keragaman berbagai pelaku yang sangat penting bagi keberhasilan PAUD di Indonesia. Aktor-aktor seperti ini memiliki peran yang berbeda tetapi penting dalam mengatasi masalah tingginya tingkat stunting dan memastikan semua anak memiliki kesempatan untuk mencapai potensial mereka sepenuhnya.
Join the Conversation