Empat strategi untuk ekonomi biru di Indonesia: Refleksi dari laporan Laut untuk Kesejahteraan

This page in:
Laporan Bank Dunia terbaru berjudul Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia, menjelaskan tentang status, tren, dan peluang menuju ekonomi biru di Indonesia. Laporan Bank Dunia terbaru berjudul Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia, menjelaskan tentang status, tren, dan peluang menuju ekonomi biru di Indonesia.

Dengan lebih dari 17.500 pulau, 108.000 kilometer garis pantai, dan tiga perempat wilayah berupa laut, maka laut merupakan identitas dan kunci bagi kesejahteraan Indonesia.  Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan sektor perikanan terbesar di dunia setelah Tiongkok. Sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar 27 miliar dollar AS terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)[1] dan menyediakan 7 juta lapangan pekerjaan.[2] Laut juga berperan penting dalam mencegah dampak bencana alam. Terumbu karang dan mangrove mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh banjir dan tsunami terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir. Perlindungan yang diberikan oleh terumbu karang dan mangrove ini bernilai setidaknya 639 juta dollar AS per tahun.[3]

Akan tetapi, terlepas dari upaya pemerintah dalam menjaga kesehatan dan meningkatkan produktivitas laut Indonesia, berbagai tantangan masih terus mengancam manfaat yang dapat diperoleh dari sektor kelautan. Sekitar 38 persen dari ikan ditangkap melebihi kemampuan ekosistem untuk mengembalikan jumahnya (overfishing)[4], sebagian besar armada penangkapan ikan domestik berskala kecil (lebih dari 600.000 kapal) tidak terdaftar dan tidak dipantau. Sepertiga dari terumbu karang Indonesia yang berharga berada dalam kondisi yang kurang baik.[5] Sampah di laut  berdampak buruk terhadap sektor pariwisata, perikanan, logistik, dan ekosistem di Indonesia, dengan kerugian mencapai lebih dari 450 juta dollar AS per tahun.[6]

Dengan kebijakan dan investasi yang tepat, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan memperoleh manfaat yang lebih besar dari sektor kelautan. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk membangun ekonomi laut yang berkelanjutan, atau “ekonomi biru”.  

Laporan Bank Dunia terbaru yang berjudul Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia, menjelaskan tentang status, tren, dan peluang menuju ekonomi biru di Indonesia. Dalam laporan tersebut, rekomendasi disajikan berdasarkan upaya dan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Laporan tersebut juga memaparkan bahwa masa depan sektor kelautan bergantung kepada aset alam – ekosistem laut dan pesisir – yang sehat.

Berikut adalah usulan empat strategi utama bagi Indonesia untuk menjalankan transisi menuju ekonomi biru: 

 

1. Peningkatan pengelolaan aset laut dan pesisir (perikanan, mangrove, terumbu karang)

Indonesia telah mengembangkan sistem wilayah pengelolaan perikanan sebagai struktur bagi pengambilan keputusan penting terkait tingkat panen untuk sektor perikanan. Secara konseptual, sistem ini baik, namun pelaksanaannya tetap membutuhkan anggaran, sumber daya manusia, dan rencana pengelolaan untuk mencegah berkurangnya stok ikan, termasuk memastikan batas panen yang jelas berdasarkan sains dan data yang memadai.

Indonesia juga telah menyusun rencana tata ruang laut dengan mengidentifikasi wilayah laut yang sesuai untuk kegiatan ekonomi, dan wilayah laut yang tetap harus dilindungi. Integrasi antara rencana tata ruang laut ini dengan sistem perizinan usaha kini diperlukan untuk memastikan bahwa pembangunan yag dilakukan telah mematuhi peraturan zonasi. Sistem “scorecard” dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan dan merencanakan implementasi pembangunan, dengan berbagai indikator yang mengukur status sumber daya pesisir dan laut, seperti luas mangrove dan kualitas terumbu karang. Dalam jangka panjang, Indonesia dapat mempertimbangkan untuk menyiapkan kadaster bagi kawasan laut dan pesisir (spatial title registry) guna menghindari konflik tata guna wilayah laut dan pesisir.

Indonesia dapat menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang "berbasis hak", yang menopang praktik-praktik terbaik di sektor perikanan di dunia. Dalam sistem ini, pemerintah memberikan hak panen kepada masyarakat yang tinggal di kawasan pantai atau memberikan hak panen kepada perusahaan hingga jumlah tertentu dalam batas panen. Pengaturan seperti ini menjadikan para nelayan sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan perikanan, mendorong pengelolaan yang baik, dan meningkatkan produktivitas.

Indonesia dapat melengkapi target restorasi mangrove yang ambisius - 600.000 hektar pada tahun 2025 - dengan kegiatan konservasi yang lebih kuat. Kegiatan restorasi perlu dilengkapi dengan langkah-langkah untuk mengurangi dan pada akhirnya dapat menghentikan kehilangan hutan mangrove alami. Perluasan moratorium konversi hutan primer yang juga meliputi mangrove akan sangat bermanfaat; Indonesia dapat mulai merancang diterapkannya pembayaran berbasis hasil untuk karbon yang tersimpan dalam biomassa dan tanah dari hutan mangrove yang luas, dan memastikan manfaat ini mencapai masyarakat pesisir untuk memberikan insentif bagi pengelolaan mangrove yang berkelanjutan.

 

2. Mobilisasi insentif dan investasi

Peningkatan layanan dasar dan infrastruktur dasar dalam pengumpulan sampah, layanan air, dan pembuangan limbah diperlukan untuk mengelola dampak lingkungan terhadap daerah pesisir, meningkatkan layanan dasar dan kualitas hidup masyarakat pesisir, serta melindungi destinasi wisata dari kerusakan. Investasi yang dibutuhkan akan sangat besar, tetapi pengalaman di tingkat global menunjukkan bahwa potensi imbal hasil yang diperoleh dari pembangunan infrastruktur seperti ini sangat tinggi (Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan, 2020).

Akan tetapi, infrastruktur semata tidak dapat mengatasi masalah sampah. Dalam jangka panjang, ekonomi biru Indonesia akan membutuhkan ekonomi sirkular yang mengurangi sampah sejak awal.  Upaya ini meliputi kebijakan yang menaikkan harga plastik, insentif bagi inovasi dan daur ulang, dan perubahan perilaku untuk mengurangi penggunaan plastik. Peraturan Pemerintah mengenai Perluasan Tanggung Jawab Produsen dapat dilengkapi dengan sistem pengembalian deposit, standar untuk bahan daur ulang, persyaratan kandungan daur ulang minimum, dan memprioritaskan bahan daur ulang dalam pengadaan publik.

 

3. Sistem yang lebih baik untuk pengumpulan dan pemantauan data

Bentang laut Indonesia yang kompleks membutuhkan adanya sistem informasi terperinci dan tepat waktu bagi pengelolaan perikanan, ekosistem, dan dampak dari kegiatan manusia. Dibutuhkan perluasan cakupan survei untuk mengumpulkan informasi stok dan panen bagi spesies tertentu, seiring dengan percepatan peluncuran sistem pemantauan dan pelaporan elektronik. Kesepakatan tentang metode yang konsisten dalam konteks pemantauan ekosistem dan berbagi data juga diperlukan. Data yang lebih baik akan menguntungkan sektor pariwisata. Pemantauan dampak lingkungan dapat diperluas ke destinasi wisata populer untuk mendeteksi masalah dan menyediakan informasi dalam pengambilan langkah-langkah mitigasi secara tepat waktu.

 

4. Membangun kembali dengan “lebih biru" setelah pandemi COVID-19

Terdapat peluang untuk menyelaraskan upaya pemulihan ekonomi jangka pendek pasca COVID-19 dengan kebutuhan jangka panjang di sektor kelautan. Sistem pengelolaan kunci — seperti rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan perikanan — dapat diuji dan diterapkan saat ini, ketika tekanan sedang berkurang. Konteks tersebut juga memberikan pemerintah waktu untuk mengatasi berbagai tantangan. Paket pemulihan ekonomi dapat dikembangkan untuk membuka lapangan pekerjaan seraya memperkuat ketahanan pesisir, antara lain melalui aktivitas restorasi pesisir dan laut yang bersifat padat karya, seperti restorasi mangrove  dan pembersihan pantai di daerah yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata, dan investasi pada infrastruktur desa yang dibutuhkan.

Pada akhirnya, laporan ini mengingatkan kita bahwa potensi ekonomi biru Indonesia bukanlah sekadar jargon, melainkan merupakan serangkaian langkah nyata yang dapat ditempuh dengan kapasitas dan target yang ingin dicapai oleh Indonesia . Bank Dunia mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan strategi ekonomi biru melalui berbagai jenis investasi, seperti Program Lautan Sejahtera, investasi untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir dan memulihkan ekosistem kritis, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – investasi selama 20 tahun bagi pengelolaan dan penelitian terumbu karang, serta Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB ), yakni sebuah platform untuk perencanaan dan infrastruktur pariwisata yang terintegrasi dan berkelanjutan. Bank Dunia juga memberikan dukungan teknis  melalui Indonesia Sustainable Oceans Program[DJ1] , melengkapi upaya peningkatan kapasitas dan basis pengetahuan terkait ekonomi biru.  Melalui berbagai upaya di atas dan berbagai kegiatan lainnya, Indonesia dapat mewujudkan ekonomi biru untuk generasi sekarang dan mendatang.

 

Lihat video yang diproduksi bersama National Geographic Indonesia 

 

[1] CEIC. 2019. National Accounts Database. Fisheries and Gross Domestic Product Time Series: System of National Accounts, 2008.

[2] CEA (California Environmental Associates). 2018. Trends in Marine Resources and Fisheries Management in Indonesia: A 2018 Review.

[3] Beck, M.W., I.J. Losada, P. Menéndez, B.G. Reguero, P. Díaz-Simal, dan F. Fernández. 2018. “The Global Flood Protection Savings Provided by Coral Reefs.” Nature Communicaions 9 (1).

[4] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 50/Kepmen-Kp/2017.

[5] LIPI ( Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2020. Status Terumbu Karang Indonesia 2019. Jakarta, Indonesia.

[6] APEC (Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik). 2020. Update of 2009 APEC Report on Economic Costs of Marine Debris to APEC Economies. Asia Pacific Economic Cooperation Oceans and Fisheries Working Group.

 

 

 


Authors

David Kaczan

Senior Economist, World Bank

André Rodrigues de Aquino

Lead Environmental Specialist

Join the Conversation

The content of this field is kept private and will not be shown publicly
Remaining characters: 1000