Indonesia: Pengelolaan laut secara berkelanjutan menopang kesejahteraan

This page in:
Today is World Oceans Day and we celebrate the ocean and the livelihoods it underpins. Today is World Oceans Day and we celebrate the ocean and the livelihoods it underpins.

Hari ini adalah Hari Laut Sedunia, dan kita merayakan laut serta mata pencaharian yang didukung oleh sektor kelautan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki salah satu garis pantai terpanjang di dunia, dengan keanekaragaman terumbu karang dan mangrove tertinggi di dunia. Ekosistem laut adalah aset yang menopang perekonomian, kesejahteraan, dan ketahanan bangsa secara terukur.

Mangrove dan terumbu karang melindungi masyarakat pesisir dari bencana, serta mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh banjir dan tsunami. Ekosistem laut dan pesisir menyimpan “karbon biru” yang akan membantu Indonesia memenuhi komitmen perubahan iklim dan menjaga iklim bumi . Ekosistem laut dan pesisir berfungsi juga sebagai habitat bagi ribuan spesies terumbu karang dan spesies ikan.

Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan sektor perikanan terbesar di dunia setelah Tiongkok. Sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar USD 27 miliar terhadap Pendapatan Domestik Bruto dan menyediakan 7 juta lapangan pekerjaan. Ekosistem laut dan pesisir juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan spiritualitas, kesenangan pribadi, dan inspirasi.

Akan tetapi, penangkapan ikan secara berlebihan dan kerusakan terhadap terumbu karang dan mangrove telah mencapai tingkat yang melebihi kemampuan ekosistem laut untuk pulih secara alami. Tiga puluh delapan persen dari ikan ditangkap melebihi kemampuan ekosistem untuk mengembalikan jumlahnya (overfishing), sebagian besar armada penangkapan ikan domestik skala kecil tidak terdaftar dan tidak dipantau.  

Sepertiga dari terumbu karang Indonesia yang berharga berada dalam kondisi yang kurang baik. Area mangrove juga semakin berkurang akibat pembukaan lahan untuk kegiatan budi daya, pertanian, dan pembangunan wilayah pesisir.  Dan pencemaran laut – termasuk sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik dari kota-kota besar dan kecil – masih terus menimbulkan kerugian bagi sektor perikanan, pariwisata, dan logistik.

Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan kondisi dan kelestarian lautan dengan bergabung dalam Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan bersama dengan 13 negara lainnya dan memasukkan target yang selaras dengan prinsip ekonomi laut yang berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).  Akan tetapi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh sektor swasta, masyarakat, dan para pemangku kepentingan lain di Indonesia.

Laporan terbaru dari Bank Dunia yang berjudul Laut untuk Kesejahteraan berpendapat bahwa tantangan-tantangan yang disebutkan di atas dapat diatasi dengan membangun ekonomi laut yang berkelanjutan, atau “ekonomi biru”. Pendekatan ini akan menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial untuk dapat menjaga kelestarian ekosistem laut dalam jangka panjang.  Untuk melengkapi upaya yang sedang dijalankan pemerintah, laporan tersebut merekomendasikan empat strategi utama bagi Indonesia untuk menjalankan transisi menuju ekonomi biru.

Pertama, meningkatkan pengelolaan perikanan untuk mengurangi penangkapan ikan yang melebihi kemampuan ekosistem untuk mengembalikan jumlahnya (overfishing). Indonesia telah mengembangkan sistem wilayah pengelolaan perikanan untuk membuat keputusan terkait tingkat panen.  Diperlukan upaya untuk mengalokasikan anggaran dan sumber daya manusia, serta mengembangkan rencana pengelolaan dengan batas panen yang jelas guna memperkuat sistem.   

Indonesia juga dapat meningkatkan “pengelolaan perikanan berbasis hak” yang memberikan hak panen kepada masyarakat yang tinggal di dekat pantai atau kepada perusahaan hingga jumlah tertentu dalam batas panen . Pengaturan seperti ini membuat para nelayan memiliki kepentingan dalam pengelolaan perikanan dan mendorong terciptanya pengelolaan yang lebih baik.

Kedua, konservasi ekosistem pesisir untuk mendukung ketahanan dan mata pencaharian di kawasan pesisir. Pemerintah telah mengumumkan target yang ambisius untuk merestorasi 600.000 hektare mangrove. Pelaksanaan pencapaian target ini dapat dilengkapi dengan langkah-langkah yang dapat mencegah hilangnya mangrove, misalnya melalui moratorium konversi mangrove.

Indonesia juga dapat mengupayakan pembayaran berbasis hasil untuk karbon yang tersimpan dalam biomassa dan tanah dari hutan mangrove yang luas, dan memastikan manfaat ini dapat diterima oleh masyarakat pesisir untuk memberikan insentif bagi pengelolaan mangrove yang berkelanjutan. 

Ketiga, mengurangi pencemaran plastik di laut. Kita harus mengubah cara kita menggunakan dan mengelola plastik sekali pakai. Pemerintah telah mendirikan Kemitraan Aksi Plastik Nasional (NPAP) yang mempertemukan para pemangku kepentingan dan bertujuan untuk mengurangi sampah plastik laut dan mengembangkan peta jalan ekonomi sirkular.  

Dalam konteks ini, pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang mendorong produsen untuk bertanggung jawab atas pembuangan plastik dan memberlakukan secara bertahap pajak dan larangan lebih lanjut untuk menghapus penggunaan barang-barang plastik yang tidak penting. Sektor swasta juga berperan dalam mendorong penggunaan alternatif non-plastik dan bekerja sama dengan masyarakat di dalam melaksanakan kegiatan pembersihan pantai.

Yang terakhir, menyelaraskan program pemulihan pasca COVID-19 dengan kebutuhan jangka panjang sektor laut, antara lain dengan menerapkan skema cash-for-work untuk aktivitas restorasi pesisir dan laut yang bersifat padat karya (seperti restorasi mangrove), pembersihan pantai, dan investasi dalam infrastruktur yang dibutuhkan di pedesaan.

Kita sebaiknya tidak menyia-nyiakan manfaat yang dapat diperoleh dari sektor kelautan. Hari Laut Sedunia mendorong kita untuk merenungkan kembali bagaimana pilihan individu dan pilihan kolektif dapat berdampak terhadap ekosistem laut.  Pengelolaan kawasan laut yang berkelanjutan akan menjadi kunci ekonomi yang sejahtera di Indonesia. 


Authors

Satu Kahkonen

World Bank Country Director for Indonesia and Timor-Leste

Join the Conversation

The content of this field is kept private and will not be shown publicly
Remaining characters: 1000