Available in English
Bandar udara baru di Banda Aceh seindah Taj Mahal – terang, dengan lantai marmer yang luas dan kubah yang indah. Kita bisa membayangkan ada sebuah kolam yang indah atau taman…OK, mungkin saya mulai berlebihan. Tapi bagi yang pernah merasakan bandar udara yang lama – mirip terminal bis di kota tua yang ditempeli landasan – pasti bisa mengerti kenapa saya sangat antusias.
Itu lebih dari empat tahun lalu. Sekarang seluruh kota terlah berubah. Lihat saja jalan-jalan di sana. Dulu saya sering bersepeda keliling kota, jadi tahu persis buruknya kondisi jalan dengan lubang-lubang yang besar dan genangan. Tapi sekarang? Bagaikan mengendarai mobil di Jerman. Semua jalan diaspal dengan baik, bahkan jalan kecil yang hanya satu lajur. Saat hujan, air hilang dengan cepat.
Perubahan tidak hanya pada jalan-jalan. Saya juga melihat sebuah fasilitas pengolahan air yang baru, sistem pengendalian banjir, kanal, pelabuhan feri baru, dan sebuah tempat pembuangan akhir yang memenuhi standar lingkungan hidup internasional. Tidak heran kota ini sangat bersih.
Saya tidak bisa mengatakan bagaimana senangnya melihat Banda Aceh dalam kondisi yang sangat baik. Upaya rekonstruksi jelas berhasil. Tapi masih banyak yang harus dilakukan apabila Aceh ingin mencapai potensinya – sektor swasta masih belum siap melanjutkan proses rekonstruksi. Dan pemerintah mengemban tugas besar, yaitu memberikan layanan publik yang efektif, membangun lingkungan kerja usaha yang lebih baik, dan menjaga perdamaian.
Mungkin sektor swasta bisa membantu. Saat ini pemerintah mengelola – dan mendanai – infrastruktur dan layanan public, seperti banda udara, pengloahan air dan tempat pembuangan akhir. Bukanlah ide yang buruk apabila sektor swasta bisa ikut berperan dalam tugas-tugas tersebut melalui kerjasama pemerintah dan swasta. Hal ini bisa membebaskan sumberdaya pemerintah dan membantu agar keberlanjutan infrastruktur bisa terus dipertahankan dari aspek ekonomi. Membangun kerjasama antara pemerintah dan swasta di Aceh mungkin merupakan sebuah upaya jangka panjang, tapi hal ini sudah dilakukan secara efektif di banyak kota di seluruh dunia. Jadi mengapa tidak di Aceh? Mungkin hasilnya akan sepadan dengan upaya yang dikeluarkan.
Join the Conversation