Kondisi fasilitas WASH di sekolah Indonesia saat ini: Mencuci tangan untuk membuka kembali sekolah dengan aman untuk semua

This page in:
Hand-wash practice at an Early Childhood Education in Lombok, Indonesia Hand-wash practice at an Early Childhood Education in Lombok, Indonesia

Pandemi COVID-19 telah memaksa lebih dari 68 juta siswa Indonesia meninggalkan ruang kelas mereka. Rencana terbaru terkait pembukaan kembali sekolah yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia diharapkan dapat dilaksanakan pada bulan Juli 2021, dengan syarat semua guru dan tenaga kependidikan telah divaksinasi. Sejalan dengan perkembangan protokol dan prosedur pembukaan kembali sekolah, perhatian terhadap status fasilitas WASH (Water, Sanitation and Hygiene atau Air, Sanitasi dan Kebersihan) termasuk toilet dan fasilitas cuci tangan di sekolah-sekolah di Indonesia meningkat.

Studi terbaru dari Bank Dunia menilai situasi terkini fasilitas, norma, standar, dan praktik WASH di sekolah. Studi ini membahas implikasi kebijakan terkait dengan tanggapan terhadap pandemi COVID-19  dan implikasinya dalam mencapai akses universal atas fasilitas WASH dasar di sekolah pada tahun 2030, di bawah Sustainable Development Goals.

Temuan utama

8,2 persen sekolah di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-ristek) dan 19,6 sekolah dasar di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) di Indonesia tidak memiliki toilet yang berfungsi dengan baik di sekolah. Dalam beberapa kasus di mana sekolah tidak memiliki fasilitas WASH yang memadai, kepala sekolah yang diwawancarai mengatakan bahwa siswa tidak memiliki pilihan selain menggunakan fasilitas di rumah-rumah di sekitar lingkungan sekolah mereka atau pergi ke sungai terdekat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan jika toilet tersedia di sekolah, tidak semuanya menggunakan toilet leher angsa, yang mungkin tidak higienis dan aman untuk digunakan. Jumlah toilet yang tersedia di sekolah juga seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan siswa, dengan rata-rata lebih dari lima puluh siswa harus berbagi satu toilet. Jumlah ini lebih dari dua kali standar internasional rasio toilet per siswa sebesar 1:25. Kurangnya toilet yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin juga menjadi masalah karena lebih dari 25 persen sekolah Kemendikbud-ristek secara nasional tidak memiliki toilet yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Toilet yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin sangat penting terutama untuk remaja putri.

Ketersediaan air dan sabun juga menjadi permasalahan, 22 persen sekolah di bawah naungan Kemendikbud-ristek tidak memiliki akses air sanitasi.  Selain itu, hampir separuh sekolah-sekolah di bawah naungan Kemendikbud-ristek melaporkan bahwa mereka tidak memiliki sabun dan air mengalir. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena mencuci tangan dengan sabun secara teratur sangat penting untuk pencegahan dan penyebaran penyakit. Meskipun sabun umumnya tersedia di pasar, peraturan pemerintah saat ini tidak mewajibkan ketersediaan sabun di toilet sekolah.

Mengapa hal ini terjadi? Wawancara dengan sejumlah kepala sekolah dan pejabat pemerintah daerah terpilih memberikan penjelasan sebagai berikut:

  1. Kepala sekolah biasanya tidak mengetahui standar fasilitas WASH dan tidak tahu bagaimana cara menilainya dengan berpatok pada standar. Tampaknya ada kesenjangan dalam pemahaman kepala sekolah dengan norma-norma fasilitas WASH sekolah – sebagaimana diatur oleh Permendiknas No. 24/2007 tentang standar sarana dan prasarana sekolah dan Permendiknas No. 40/2008 tentang standar sarana dan prasarana untuk sekolah kejuruan. Tak satu pun dari 15 kepala sekolah yang diwawancarai sepenuhnya mengetahui norma-norma tersebut. Meskipun kepala sekolah secara teratur menilai kondisi fasilitas WASH di sekolah mereka, mereka tidak dapat melaporkan apakah sekolah mereka memenuhi standar yang ditentukan pemerintah dalam hal jumlah fasilitas dan kondisi yang dibutuhkan.
  2. Kurangnya kriteria objektif dan pragmatis untuk menilai fungsionalitas WASH. Studi ini menemukan bahwa kepala sekolah cenderung mengatakan bahwa kondisi fasilitas WASH sudah sesuai standar asalkan tidak ada toilet yang rusak atau tidak bisa digunakan, sementara peneliti eksternal menemukan bahwa fasilitas tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Temuan ini menyiratkan bahwa proporsi sekolah yang memiliki toilet yang tidak berfungsi dengan baik mungkin jauh lebih besar daripada yang ditunjukkan secara statistik.
  3. Pemeliharaan fasilitas WASH tidak diberi insentif yang memadai. Sekolah bertanggung jawab untuk memelihara fasilitas WASH mereka dan diberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimaksudkan untuk menutupi berbagai biaya yang dikeluarkan di tingkat sekolah termasuk perbaikan kecil atau pemeliharaan fasilitas WASH. Namun, mengingat jumlah dana BOS yang terbatas, sekolah biasanya tidak mengalokasikan dana untuk biaya yang berkaitan dengan perbaikan dan pemeliharaan toilet, yang biasanya tidak diprioritaskan.
  4. Ketidakakuratan informasi untuk rencana pendanaan. Perhitungan kerusakan infrastruktur bukanlah tugas yang mudah bagi sebagian besar staf sekolah, dan karenanya tidak dilaporkan dengan benar untuk mengajukan permintaan dana yang diperlukan untuk perbaikan dan pemeliharaan.

Apa yang dapat Pemerintah lakukan?

Untuk menanggapi situasi saat ini dan penyebabnya, studi ini mengidentifikasi 4 gap kebijakan dan rekomendasi yang sesuai. Gap yang diidentifikasi diantaranya adalah: (1) antara peraturan dan persyaratan nasional terkait COVID-19, (2) antara peraturan tertulis dan implementasinya, (3) antara standar dan praktik sekolah yang ditetapkan, dan (4) antara peraturan nasional dan standar internasional.

Rekomendasi utama yang sesuai untuk mengisi keempat kekosongan ini adalah:

  1. Memastikan tersedianya fasilitas cuci tangan bagi guru dan siswa untuk mempraktekkan cuci tangan secara teratur untuk pencegahan penyakit di sekolah. Tindakan yang disarankan segera diambil adalah: (i) sediakan sabun tangan yang diperlukan; (ii) pasang fasilitas cuci tangan dengan air mengalir jika saat ini belum ada serta jaga stok sabun dan fasilitas cuci tangan; dan (iii) terus memberikan pesan yang konsisten tentang mencuci tangan sebagai strategi utama untuk pencegahan COVID-19.
  2. Memastikan perencanaan dan alokasi anggaran sesuai dengan peraturan dan standar fasilitas WASH (di tingkat nasional dan daerah). Tindakan yang dapat segera dilakukan: (i) pertimbangkan anggaran tambahan untuk membangun toilet yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin untuk siswa dan guru; (ii) bangun kesadaran dan susun materi pelatihan untuk meningkatkan proses diagnosis, perencanaan, dan penganggaran untuk WASH di tingkat daerah; dan (iii) berikan dukungan yang ditargetkan ke wilayah geografis tertentu dan madrasah swasta yang menunjukkan kinerja rendah pada indikator utama WASH.
  3. Pastikan semua pemangku kepentingan mengetahui standar dan mengikuti praktik yang sesuai di tingkat sekolah. Tindakan yang direkomendasikan untuk segera dilakukan: (i) berikan informasi dan pelatihan untuk semua kepala sekolah tentang standar fasilitas WASH dan praktik kebersihan yang diharapkan dan pastikan mereka mendapat informasi yang tepat tentang hal tersebut; (ii) kembangkan alat penilaian fasilitas WASH untuk kepala sekolah dan berikan pelatihan cara penggunaannya; dan (iii) perkenalkan hotline pemantauan dan pelaporan masyarakat.
  4. Perbaharui standar nasional mengikuti standar internasional. Sebagai tindakan yang dapat dengan segera dilakukan, tinjau kerangka kebijakan saat ini, bandingkan dengan standar internasional dan perbaharui sesuai kebutuhan untuk memenuhi rasio toilet per siswa sebesar 1:25.

 

Temuan dan rekomendasi selengkapnya dapat dibaca di sini.

 

Unduh:

 


Authors

Join the Conversation

The content of this field is kept private and will not be shown publicly
Remaining characters: 1000