Setelah bergabung dengan tim lingkungan hidup di Bank Dunia Indonesia tahun lalu, saya menantikan banyak hal: melihat terumbu karang yang luar biasa di negara ini, mengeksplorasi kemitraan publik-swasta pada salah satu ekonomi yang memiliki pertumbuhan tercepat di dunia, dan bekerjasama dengan mitra pemerintah dalam pengelolaan laut yang berkelanjutan. Tetapi saya tidak pernah berharap untuk merasa senang bertemu dengan teripang.
Dalam sebuah perjalanan baru-baru ini ke Pusat Bioindustri Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Lombok, saya melihat secara langsung seberapa besar potensi teripang yang dimiliki dalam mengubah mata pencaharian di pedesaan Indonesia.
Sejujurnya, teripang yang saya temui (Holothurian scabra) tidak terlalu menarik. Saya mungkin senang melihat teripang, tetapi saya tidak tertarik untuk menyentuhnya, apalagi memakannya. Tetapi, sudah jelas saya masuk dalam kalangan minoritas, karena hanya satu kilogram makhluk yang tidak karismatik ini bisa menghasilkan harga yang sangat mahal.
Lama diminati di Asia dan Timur Tengah, studi ilmiah menemukan bahwa mahluk kecil berlendir ini (atau kadang-kadang tidak terlalu kecil) penuh dengan nilai nutrisi, mineral yang luar biasa tinggi dan dapat menjadi terapi, obat dan asam lemak. Ketika para ilmuwan telah belajar lebih banyak tentang teripang—yang lebih dikenal sebagai beche-de-mer—permintaan global meroket di mana konsumen dan perusahaan farmasi dari Amerika Serikat ke Eropa ke Tiongkok berebut untuk mencari makhluk yang tak berwajah ini.
Sayangnya, permintaan yang meningkat ini mengarah pada panen yang tidak berkelanjutan-dan transaksi illegal juga semakin merajalela. Stok teripang Indonesia termasuk yang paling rendah dan dieksploitasi secara global. Kurangnya data dan penelitian yang dapat diandalkan membuat upaya untuk mengelola teripang secara berkelanjutan seringkali terbatas dan terkendala kurangnya informasi.
Integrated Sustainable Oceans Program dari Bank Dunia mendukung pemerintah Indonesia dalam mengatasi eksploitasi laut yang tidak berkelanjutan, seperti teripang, melalui Program Coral Reef Rehabilitation and Management Program—Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI). Bekerja dengan lembaga pemerintah, akademisi, komunitas, dan mitra pembangunan di seluruh Nusantara selama lebih dari dua dekade, COREMAP-CTI berperan penting dalam mendukung penelitian dan mendorong berbagai pengetahuan. Dalam kasus teripang, misalnya, COREMAP-CTI mendukung LIPI dalam metode penelitian untuk mempercepat reproduksi dan pertumbuhan teripang. Hal ini dilakukan guna membudidayakan teripang menjadi lebih komersial dan layak secara ekonomi.
Di Pulau Lombok, COREMAP – CTI membantu mendanai Pusat Bioindustri LIPI dimana para ilmuwan melihat bagaimana komunitas lokal dapat membiakkan berbagai macam teripang tertentu untuk dijual. Tingkat kemiskinan di wilayah pesisir Indonesia lebih tinggi daripada rata-rata nasional. Diversifikasi mata pencaharian di masyarakat yang bergantung pada perikanan sangat penting.
Berkat nilai pasar yang tinggi, biaya awal yang rendah, dan persyaratan teknologi minimal, budidaya teripang bisa menjadi kunci untuk memperkuat ekonomi lokal, meningkatkan ketahanan pedesaan dan mengurangi tekanan pada habitat sensitif. Selain teripang, Pusat Penelitian ini juga memimpin penelitian dalam pemuliaan dan pengembangan teknik akuakultur untuk beberapa spesies laut yang berharga seperti tiram mutiara, abalon, lobster, dan rumput laut.
"Kami memiliki rencana ambisius untuk masa depan" Peneliti senior LIPI Hendra Munandar menjelaskan ketika saya bertemu dengan beliau di Pusat Bioindustri baru. “Kami sedang memperluas penelitian kami tentang spesies dengan potensi komersial, seperti teripang yang lebih tangguh dan produktif. Kami juga berencana untuk memperkuat hubungan antara penelitian dan aplikasi, termasuk berbagi teknologi dan penelitian kami dengan sektor swasta dan komunitas lokal."
Munandar memberikan contoh perusahaan yang berbasis di Jakarta, PT Sejahtera Putera Kusuma, yang berencana untuk memproduksi dan menyediakan benih teripang kepada masyarakat setempat — yang kemudian dapat memanen dan menjualnya ke sektor swasta.
“Dalam kasus-kasus seperti ini, kami dapat membantu perusahaan membentuk pusat perawatan dan mendukung masyarakat dalam menciptakan plot percontohan untuk mendorong komunitas dan kemitraan lain,” kata Munandar. “Antusiasme berkembang dengan pesat dan perusahaan lain di Nusa Tenggara Timur dan Maluku juga telah menyatakan minat mereka.”
Pengetahuan yang dimiliki LIPI sangat penting dalam proses perkembangan model ini. Selain mengembangkan bahan genetik dan benih, LIPI juga memberikan bantuan teknis untuk pendirian tempat pembenihan dan operasi komersial. Tetapi, tantangan untuk meningkatkan inisiatif ini sangat besar. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat pesisir, mendukung organisasi berbasis masyarakat, dan memfasilitasi akses terhadap dana awal memerlukan kehadiran di lapangan secara substansial oleh pemerintah dan LSM.
Berita baik dari situasi saat ini adalah Indonesia sudah memiliki instrumen yang bisa mendukung masyarakat lokal dalam mengeksplorasi potensi komersial dari lautan mereka. Ini termasuk perusahaan milik desa (BUMDes) dan dana desa pemerintah, yang dapat mengimbangi biaya awal yang harus dikeluarkan untuk usaha baru. Selain itu, peluang baru untuk pengembangan sektor swasta sedang dieksplorasi oleh pemerintah dan Bank Dunia. The Indonesia Coastal Fisheries Initiative Challenge Fund, sebagai contoh, sedang mempelajari cara-cara baru membangun hubungan antara investor, bisnis, dan komunitas nelayan, dengan tujuan menghasilkan peluang investasi yang menguntungkan untuk sektor perikanan secara berkelanjutan. Selain itu, Bank Dunia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang mendiskusikan kebutuhan pendanaan dan dukungan teknis untuk program baru yang berfokus pada mata pencaharian pesisir dan perikanan berkelanjutan.
Saat meninggalkan Pusat Bioindustri, saya menyadari betapa perasaan saya tentang teripang telah berubah. Walaupun saya masih tidak ingin memakannya, saya tidak sabar untuk melihat bagaimana investasi dalam modal manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi akan menawarkan peluang besar untuk mengubah mata pencaharian pesisir pedesaan. Jika teripang yang tampaknya tidak mencolok memiliki potensi untuk membuat dampak sebesar ini, coba pikirkan hal apa lagi yang ada di bawah lautan Indonesia yang juga memiliki dampak dan manfaat untuk Indonesia dan masyarakatnya.
Blog ini adalah yang blog kedua yang menjadi bagian dari rangkaian perayaan ulang tahun ke 21 Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP-CTI). Adapun Program ini merupakan upaya jangka panjang oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi ekosistem terumbu karang di negara ini dan mendukung masyarakat yang tinggal di daerah sekitar terumbu karang tersebut. Lihat blog kami sebelumnya tentang Ilmu Kelautan untuk terumbu karang yang sehat dan ketahanan masyarakat dan tetap ikuti blog ketiga dalam seri ini.
Join the Conversation