Pada tahun 2005, saya merasa beruntung berada di Indonesia saat upaya reformasi guru dimulai. Parlemen Indonesia menetapkan sebuah undang-undang komprehensif mengenai guru disertai agenda yang besar. Program utamanya adalah sertifikasi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan sekaligus kualitas guru secara signifikan. Guru yang telah menerima sertifikasi akan menerima gaji dua kali lipat. Syarat sertifikasi adalah memiliki gelar S1 serta kompetensi untuk memberikan pendidikan yang berkualitas.
Semua bahan untuk melakukan perubahan besar sepertinya tersedia. Regulasi yang bagus, dan upaya yang dipimpin seseorang yang mengepalai sebuah direktorat baru di Kementerian Pendidikan dengan mandat khusus untuk meningkatkan kualitas guru dan staf pendidik.
Delapan tahun telah berlalu dan upaya reformasi ini masih belum selesai. Akan bermanfaat untuk mengingat kembali berbagai capaian, sekaligus melihat tantangan yang menghambat potensi besar program ini. Sebuah publikasi berjudul ‘Reformasi Guru di Indonesia’ memberikan analisis mendalam mengenai upaya reformasi tersebut, serta pandangan tentang kualitas guru dan manajemen. Saya tidak akan mengupas terlalu dalam dan hanya membahas tiga pelajaran penting terkait aspek kualitas.
Pertama, jangan anggap enteng dimensi politik dan ekonomi. Banyak orang setuju bahwa memiliki guru yang berkualitas merupakan hal yang penting. Tapi isu tersebut menjadi sensitif saat diskusi berubah dari kontemplasi abstrak menjadi tindakan nyata. Di Indonesia, rasa gembira dan bersatu setelah undang-undang disahkan hilang ketika mulai pembahasan cara mengukur kualitas seorang guru serta memastikan agar guru memenuhi standar tertentu.
Melalui proses perancangan yang panjang, sertifikasi diputuskan akan melibatkan tiga komponen: uji kompetensi, observasi kelas, dan portfolio guru.
Tetapi, seperti di negara-negara lain, kebijakan yang terkait dengan evaluasi guru sering menemui hambatan dari serikat dan asosiasi guru. Proses sertifikasi di Indonesia dipuji sekaligus dikritik keras, karena insentif besar yang melipatgandakan gaji serta syarat guru harus tersertifikasi pada tahun 2015. Dengan timbulnya insentif keuangan dan perbaikan karir, ketika sampai di DPR, rancangan sertifikasi yang sudah didisain kemudian dibuat menjadi lebih ringan dengan hanya melibatkan komponen evaluasi portfolio guru.
Besarnya pengaruh dimensi politik dan ekonomi semakin terlihat di tahap implementasi, ketika program menghadapi dua tekanan: kewajiban untuk membelanjakan anggaran yang sudah dialokasi, serta kewajiban untuk memenuhi sasaran tahunan jumlah guru yang harus menerima sertifikasi. Program sertifikasi tidak lagi menjadi penentu kualitas standar seorang gurukualitas, karena nyaris setiap guru yang menjalani proses sertifikasi berhasil lulus.
Kedua, pahami perbedaan antara kualifikasi, kualitas, dan kinerja. Sebuah evaluasi dampak selama empat tahun pertama program sertifikasi mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan antara guru yang sudah menerima sertifikasi dengan yang belum, baik dalam hal pengetahuan mata pelajaran dan pedagogi maupun capaian belajar siswa mereka.
Ada dua faktor utama yang menyebabkan hal tersebut. Salah satunya adalah ketergantungan pada aspek kualifikasi sebagai tolok ukur kualitas. Ini hanya akan benar bila kualifikasi benar-benar dikaitkan dengan indikator kemampuan guru dalam mengajar dan menghasilkan capaian belajar siswa yang baik. Dengan diturunkannya standar dan proses untuk memperoleh sertifikasi, aspek kualifikasi itu sendiri kehilangan maknanya.
Faktor lain adalah peningkatan gaji dua kali lipat tanpa adanya mekanisme akuntabilitas untuk memastikan kinerja yang baik terus terjaga. Sementara beberapa orang bersikeras bahwa kenaikan gaji mampu membuahkan kinerja yang lebih baik, dampak yang terlihat membuktikan bahwa untuk kasus di Indonesia, uang saja tidak cukup mampu menjadi motivasi, bahkan untuk jangka pendek.
Intervensi yang hanya berfokus pada kualitas atau kinerja saja tentu bisa memberikan dampak positif. Namun, dua hal tersebut berkaitan. Adanya sistem terpadu yang benar-benar mendukung peningkatan kualitas, disertai pengakuan dan penghargaan kinerja, merupakan intervensi paling efektif untuk jangka panjang..
Ketiga, peningkatan kualitas guru perlu dilihat sebagai proses berkesinambungan yang memerlukan pendekatan holistik. Reformasi di Indonesia awalnya difokuskan pada sertifikasi. Meski sertifikasi telah membuahkan hasil positif, seperti bertambahnya guru yang memiliki gelar S1 dari 23 menjadi 63 persen pada tahun 2012, serta meningkatnya kualitas mahasiswa yang masuk ke pendidikan keguruan, program sertifikasi masih belum menghasilkan dampak yang diharapkan.
Namun saat kita melihat secara lebih luas dari hanya proses sertifikasi, ada beberapa hal yang menjanjikan. Untungnya, reformasi ini tidak hanya mengandalkan satu instrumen saja, tapi menggunakan pendekatan komprehensif yang melibatkan semua aspek dalam siklus seorang guru. Hal ini mencakup program induksi untuk guru baru, masa percobaan, pengakuan pembelajaran sebelumnya, adanya berbagai peluang pelatihan pra-jabatan dan pengembangan keprofesian guru dalam-jabatan, serta jalur kenaikan pangkat dan karir yang jelas.
Pemerintah telah mengevaluasi aspek-aspek penting reformasi guru dan berniat untuk merevisi serta memperkuat sistemnya. Komponen uji kompetensi dan observasi kelas sekarang sudah menjadi bagian dalam Sistem Manajemen Keprofesian Guru yang baru. Sistem ini memberikan dukungan kepada guru karena mengintegrasikan uji kompetensi dan penilaian kinerja dengan peluang pengembangan profesi dan karir.
Indonesia terus belajar dari tantangan-tantangan sekaligus memperbaiki reformasi ini. Namun pengalamannya bisa membantu negara-negara lain yang sedang berupaya memperbaiki sistem pendidikan mereka. Reformasi guru memberikan banyak tantangan dan hambatan yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian sepanjang prosesnya. Meski proses tersebut tidak selalu berjalan mulus, keseluruhan program reformasi yang diharapkan dari Undang-undang Guru terus bergerak maju dan menjanjikan potensi jangka panjang. Sangat penting bagi pemerintah saat ini dan yang akan datang untuk melanjutkan program ini.
Join the Conversation