‘Sabuk Hijau’ Indonesia - Mangrove memberikan manfaat lokal dan global

This page in:
Presiden Joko Widodo bersama Satu Kahkonen, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste serta para duta besar dari berbagai negara, dalam kunjungan ke Tarakan, Kalimantan Utara untuk meninjau upaya Program Mangrove Nasional Indonesia di lapangan dan menanam mangrove. Foto: Biro Media Sekretariat Presiden Photo: Bureau of Press, Media, and Information Affairs of Presidential Secretariat (Indonesia)

Indonesia memiliki 3,36 juta hektare hutan mangrove, setara dengan lebih dari 20 persen ekosistem mangrove dunia. One Map Mangrove yang baru saja diluncurkan menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen mangrove di Indonesia berada dalam kondisi baik. Akan tetapi, restorasi mangrove tetap menjadi elemen penting dalam mewujudkan target ambisius Indonesia untuk menjadikan kawasan lahan dan hutannya sebagai carbon sink pada tahun 2030. Restorasi ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim.

Program Rehabilitasi Mangrove Nasional merupakan prioritas Presiden Indonesia dan bertujuan untuk merehabilitasi 600.000 hektar mangrove yang terdegradasi hingga tahun 2024, sekaligus meningkatkan konservasi mangrove . Program ini dijalankan oleh beberapa kementerian di bawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan melibatkan sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan.

Staf Bank Dunia di Indonesia diundang untuk bergabung dengan Presiden Joko Widodo dalam kunjungan selama dua hari ke Tarakan, sebuah kota di Kalimantan Utara, bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya Bakar, dan duta besar dari beberapa negara untuk menyaksikan upaya Program Rehabilitasi Mangrove Nasional di lapangan, dan menanam mangrove.

Tarakan dikelilingi oleh hutan mangrove sehat yang berfungsi sebagai habitat bagi seafood untuk berkembang biak dan melindungi masyarakat sekitar dari bencana alam. Ikan, udang, dan kepiting yang berkembang biak di hutan mangrove menjadi sumber daya alam terbarukan yang dikelola oleh masyarakat setempat serta menopang perekonomian lokal, di mana sebelumnya didominasi oleh kegiatan ekstraksi minyak skala besar.  Mangrove juga dapat menyimpan karbon dalam jumlah besar, mengatur iklim global, dan menjadi habitat bagi spesies unik yang tidak ditemukan di tempat lain, seperti bekantan dan lumba-lumba Indrawati. Daya tarik keanekaragaman hayati ini menarik pengunjung dan mendorong kebangkitan pariwisata berbasis alam di daerah tersebut. 

Rombongan kepresidenan, didampingi oleh aparat setempat, tiba di lokasi restorasi mangrove dan menanam mangrove di dekat Desa Bebatu, Kabupaten Tanah Tidung. Beberapa tahun yang lalu, mangrove di lokasi ini ditebangi untuk membuka tambak udang. Penebangan ini menyebabkan degradasi pada lahan dan vegetasi, yang pada akhirnya mengurangi produktivitas udang. Kunjungan tersebut menyingkap hubungan yang rumit antara manusia dan sumber daya alam. Walaupun berperan penting bagi mata pencaharian, masyarakat menebang hutan mangrove dengan harapan mendapatkan keuntungan cepat dari perdagangan udang.  Yang menarik, lokasi ini ternyata berada di dalam “kawasan hutan” lindung Indonesia dan secara teknis, masyarakat setempat atau individu dilarang menebang vegetasi.

Kisah di atas menyoroti kebutuhan akan suatu pendekatan lanskap dalam pengelolaan mangrove. Ini artinya menerapkan suatu pendekatan holistik – tidak hanya melakukan restorasi mangrove melalui penanaman, tetapi juga memastikan bahwa mangrove yang ada dikelola secara berkelanjutan dengan memberikan insentif kepada masyarakat setempat, menegakkan peraturan, dan meningkatkan perencanaan tata ruang. Hal ini mencakup upaya untuk membantu masyarakat setempat memperoleh manfaat yang lebih besar dari hutan mangrove, termasuk melalui akses permodalan, pelatihan, jaminan kepemilikan lahan, dan pembayaran potensial untuk karbon biru. Penerapan pendekatan lanskap berarti memastikan terjadinya pemberdayaan masyarakat setempat dan mengarahkan upaya pengelolaan mangrove serta menghindari tujuan kebijakan yang bertentangan, seperti mendorong konservasi mangrove tetapi pada saat yang bersamaan juga membuka lahan baru untuk akuakultur. Analisis ekonomi mangrove yang dilakukan oleh Bank Dunia menyajikan solusi yang dapat diterapkan secara ekonomi. Analisis biaya-manfaat menunjukkan bahwa walaupun konservasi dan restorasi mangrove sama-sama dapat dilakukan secara hemat biaya, pada kenyataannya konservasi hanya membutuhkan setengah dari biaya yang dibutuhkan untuk melakukan restorasi.

Kunjungan tersebut juga menunjukkan bahwa praktik terbaik dalam restorasi mangrove perlu dijalankan untuk memastikan hasil jangka panjang dan investasi yang hemat biaya, mengingat kegiatan restorasi mangrove yang telah dilakukan di seluruh dunia memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Praktik-praktik terbaik tersebut antara lain: mendorong rekolonisasi alami pada lahan yang terdegradasi saat benih dan propagul tersedia, memilih tempat yang tepat untuk restorasi, memilih kombinasi beberapa spesies mangrove yang tepat karena masing-masing species beradaptasi pada tingkat salinitas dan perendaman tertentu, serta penanganan benih secara tepat. Restorasi ekosistem adalah upaya yang kompleks, dan dunia masih terus belajar tentang hal ini, khususnya di sistem pesisir seperti mangrove.

Bank Dunia mendukung Program Rehabilitasi Mangrove Nasional Pemerintah Indonesia melalui proyek Mangrove for Coastal Resilience yang sedang dipersiapkan, dan ditujukan untuk memperkuat pengelolaan mangrove di daerah sasaran serta meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir. Bank Dunia juga menyediakan dukungan teknis, termasuk untuk perencanaan restorasi mangrove dan pemantauan perkembangan restorasi. Bank Dunia juga siap mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengeksplorasi potensi pembayaran karbon biru yang dapat dihasilkan oleh hutan mangrove yang dilestarikan dan direstorasi.

Keberhasilan pelaksanaan Program Rehabilitasi Mangrove Nasional akan memberikan manfaat yang signifikan, baik bagi Indonesia maupun bagi seluruh dunia.  Mangrove yang sehat mendukung mata pencaharian masyarakat pesisir, melindungi mereka dari risiko bencana alam, mendukung perikanan berkelanjutan, menjaga cadangan karbon dalam jumlah yang signifikan, serta menyediakan habitat bagi keanekaragaman hayati yang kaya.  Perlindungan hutan mangrove yang luas di Indonesia tidak hanya memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat, tetapi juga dapat berkontribusi besar terhadap upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.


Authors

Satu Kahkonen

World Bank Country Director for Indonesia and Timor-Leste

André Rodrigues de Aquino

Lead Environmental Specialist

Join the Conversation

The content of this field is kept private and will not be shown publicly
Remaining characters: 1000