Stagnasi atau pengentasan kemiskinan yang mengesankan di Indonesia? Suatu pilihan antara garis kemiskinan relatif dan absolut

This page in:
Poverty and inequality in Indonesia Poverty and inequality in Indonesia

Garis kemiskinan resmi Indonesia mengungkap adanya kecenderungan stagnan, di mana daerah-daerah tertinggal tidak mampu mengejar ketertinggalannya. Sementara itu, tren kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan internasional, misalnya Paritas Daya Beli (PPP) tahun 2011 sebesar US$1,90 memperlihatkan gambaran yang berbeda: upaya pengentasan kemiskinan mengalami kemajuan, di mana daerah-daerah tertinggal berhasil mengejar ketertinggalannya.  Bagaimana menjelaskan perbedaan ini? Sebagaimana diuraikan dalam World Bank’s Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security dan pada bagian  berikutnya dari blog ini: garis kemiskinan resmi biasanya disebut oleh para ekonom sebagai garis kemiskinan relatif (weakly relative). Garis kemiskinan resmi cenderung menambahkan standar kemiskinan dari tahun ke tahun. Garis kemiskinan internasional adalah garis kemiskinan absolut. Garis kemiskinan internasional tetap sama setiap tahun dan akan disesuaikan dari waktu ke waktu hanya ketika terjadi perubahan biaya hidup.  

Kecenderungan kemiskinan daerah berdasarkan garis kemiskinan resmi (kiri) dan garis kemiskinan internasional dengan PPP 2011 sebesar US$1,90 (kanan)  

Image     Image

Metodologi resmi Indonesia menjadikan garis-garis kemiskinan tersendiri untuk setiap provinsi, berbeda antara wilayah perkotaan (urban) dan pedesaan (rural). Garis kemiskinan provinsi ini diperbarui setiap tahun berdasarkan besaran biaya yang dibutuhkan untuk mengonsumsi 2.100 kalori per hari, dengan sedikit alokasi untuk barang-barang kebutuhan dasar non-pangan. 

Biaya yang dibutuhkan untuk mengonsumsi 2.100 kalori berbeda-beda di setiap rumah tangga. Misalnya, rumah tangga yang lebih kaya mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk setiap kalorinya. Oleh karena itu, metodologi untuk menetapkan garis kemiskinan mengambil suatu kelompok rumah tangga acuan yang digunakan untuk menentukan biaya per kalori berdasarkan pola konsumsi dari kelompok tersebut. Pendekatan yang saat ini digunakan untuk menetapkan garis kemiskinan tahunan Indonesia adalah dengan memasukkan semakin banyak rumah tangga yang lebih kaya ke dalam kelompok acuan dari tahun ke tahun: kelompok acuan untuk tahun tertentu didefinisikan sebagai 20 persen individu dari jumlah penduduk yang tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan tahun sebelumnya, akan tetapi memiliki pola konsumsi makanan yang paling mendekati garis kemiskinan itu. Jadi, kelompok acuan tidak menyertakan rumah tangga miskin. Alih-alih, kelompok ini terdiri atas rumah tangga yang lebih kaya – dengan pola makan yang lebih mahal – dari tahun ke tahun. Dalam istilah teknis, hal ini menciptakan garis kemiskinan relatif (weakly relative poverty lines), yang semakin meningkat seiring meningkatnya standar hidup rata-rata.

Pendekatan untuk memperbarui garis kemiskinan ini mengaburkan hasil-hasil pengentasan kemiskinan yang berhasil diraih, karena garis kemiskinan yang semakin tinggi akan berarti tingkat kemiskinan yang lebih tinggi di saat konsumsi rumah tangga tetap konstan. Maka, tidak mengherankan bahwa garis kemiskinan yang digunakan ini menghasilkan tren kemiskinan yang hampir stagnan.  

Metodologi ini diterapkan untuk setiap wilayah perkotaan dan pedesaan di masing-masing provinsi. Bagi provinsi-provinsi yang mengalami kemajuan lebih pesat dalam pengentasan kemiskinan, metodologi ini justru semakin meningkatkan garis kemiskinan. Itulah sebabnya mengapa terjadi tren yang stagnan di banyak provinsi. Pendekatan ini jugalah yang menyebabkan narasi daerah-daerah tertinggal tidak mampu mengejar ketertinggalannya.  

Mengapa hal ini penting bagi pengambilan kebijakan? Garis kemiskinan relatif berguna untuk menilai kemajuan yang diukur berdasarkan peningkatan standar hidup layak. Garis kemiskinan ini mencakup komponen normatif, yaitu seberapa besar peningkatan standar hidup layak ingin dicapai dari tahun ke tahun. Untuk analisis tertentu, garis kemiskinan ini juga berguna untuk meninjau estimasi-estimasi kemiskinan relatif (weakly relative poverty estimates) di masing-masing provinsi. Tetapi, perbandingan antar tahun perlu dilakukan secara hati-hati, mengingat bahwa kemajuan yang dicapai tidak berhubungan dengan standar absolut. Perbandingan antar provinsi menjadi sangat sulit untuk diinterpretasikan.  

Agar perbandingan dapat dilakukan selaras dengan intuisi kita berdasarkan standar-standar absolut, Bank Dunia mengembangkan garis kemiskinan absolut. Meskipun selalu diperbarui dari tahun ke tahun, garis kemiskinan internasional Bank Dunia dirancang untuk hanya melibatkan peningkatan daya beli, dan bukan peningkatan standar hidup layak yang bersifat normatif.  

Garis kemiskinan internasional berdasarkan PPP tahun 2011 sebesar US$1,90 (disebut IPL 1.9) setara dengan Rp205.741 pada tahun 2010, kemudian menjadi Rp336.958 pada tahun 2022. Akan tetapi, kenaikan ini sepenuhnya disebabkan oleh penurunan daya beli akibat kenaikan harga-harga. Jika dinyatakan dalam nilai konstan tahun 2011 (IPL 1.9 Constant 2011), garis kemiskinan internasional akan tetap sebesar Rp221,865 setiap tahunnya. Oleh sebab itu, garis kemiskinan ini bersifat absolut.  

Perbandingan garis kemiskinan internasional dan garis kemiskinan resmi dalam Rp saat ini dan konstan.  

 

Image

Sebaliknya, garis kemiskinan resmi meningkat lebih tajam dari Rp211.726 pada tahun 2010 menjadi Rp506.847 pada tahun 2022. Jika dinyatakan dalam nilai konstan tahun 2011, garis kemiskinan resmi tidak konstan, melainkan meningkat – meskipun dengan angka yang lebih rendah daripada perubahan nominal – dari Rp228.310 pada tahun 2010 menjadi Rp333.713 pada tahun 2022. Maka, hanya sebagian dari peningkatan nilai saat ini (current terms) disebabkan oleh penurunan daya beli, sedangkan selebihnya peningkatan disebabkan oleh metodologi relatif (weakly relative methodology).  

Garis kemiskinan internasional bersifat lebih intuitif untuk perbandingan antar tahun maupun antar provinsi karena menggunakan standar absolut. Meskipun garis kemiskinan relatif juga berguna dalam melakukan analisis kebijakan, standar absolut lebih sering digunakan – atau lebih jarang diperbarui (misalnya, setiap lima tahun sekali). Untuk mencerminkan secara memadai pengentasan kemiskinan yang mengesankan di Indonesia, garis kemiskinan Indonesia perlu dilengkapi dengan standar absolut. Garis kemiskinan absolut spesifik untuk Indonesia akan mempunyai keunggulan dalam melibatkan keranjang konsumsi Indonesia sendiri, tidak semata-mata dengan menerapkan standar Bank Dunia berdasarkan PPP tahun 2011 sebesar US$1,90.  


Authors

Utz Pape

Lead Economist, Poverty and Equity Global Practice

Putu Sanjiwacika Wibisana

Consultant, World Bank Poverty and Equity team, Indonesia

Join the Conversation

The content of this field is kept private and will not be shown publicly
Remaining characters: 1000