Apa yang di perlukan untuk meningkatkan ketahanan pasokan air di Indonesia? Sebuah pola pikir berbasis risiko

This page in:
Ketahanan pasokan air di Indonesia Ketahanan pasokan air di Indonesia

Terletak di sebuah lembah sempit di tengah Pulau Jawa, Kota Magelang dikelilingi oleh sungai dan lereng gunung yang curam. Lokasinya membuat kota tersebut sangat rentan terhadap bencana alam, khususnya banjir, gempa bumi, dan tanah longsor. Tahun 2008, tanah longsor merusak sistem penyediaan air di kota tersebut, merusak pipa dan menyebabkan kebocoran sebesar 70 liter air per detik selama 10 jam terus menerus – setara dengan kebutuhan harian untuk 10.000 rumah tangga.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Indonesia yang jumlahnya hampir mencapai 400 perusahaan mengalami kesulitan mengimbangi pertumbuhan penduduk, khususnya di daerah perkotaan seperti Magelang. Sistem penyediaan air minum setempat tidak selalu handal menghadapi bahaya yang terkait dengan alam dan iklim. Selain itu, kualitas air dan pelayanan seringkali tidak konsisten. Dengan perkembangan pesat kota – kota di Indonesia, eksploitasi akuifer air tanah dalam terjadi secara besar-besaran di sebagian besar daerah perkotaan untuk memenuhi kebutuhan. Eksploitasi akuifer ini menyebabkan penurunan muka tanah di banyak kota, termasuk Jakarta, Medan, dan Bandung. Penurunan muka tanah menyebabkan terjadinya banjir yang seringkali merusak infrastruktur dan mengganggu sistem penyediaan air minum – serta meningkatkan risiko bencana di kota-kota Indonesia yang sedang berkembang.

Dengan penduduk perkotaan Indonesia yang diperkirakan naik sebesar 90 juta dalam dua dekade ke depan, permintaan layanan air minum perpipaan akan meningkat, dan tantangan yang dihadapi oleh PDAM akan semakin besar. Pengaruh perubahan iklim akan mengakibatkan peningkatan frekuensi dan dampak bencana alam di negara yang sudah sangat rentan terhadap risiko. Selain itu, arus urbanisasi yang pesat juga akan semakin memperburuk risiko dan dampak bencana.

PDAM harus bertindak sekarang untuk memastikan ketahanan pasokan air bagi jutaan penduduk Indonesia. Untuk melakukannya, bisa melalui peningkatan desain engineering dan perencanaan berbasis risiko , dan lebih siap menanggapi keadaan darurat secara cepat.

 

 

 

Untuk memulai proses tersebut, PDAM dapat mulai meningkatkan dan memperdalam pemahaman tentang risiko lokal. Sebagai titik awal perencanaan dan perancangan infrastruktur sistem penyediaan air minum, kita harus berdasar kepada penilaian risiko multi bahaya: mengidentifikasi dan menilai bahaya yang mengancam sistem tersebut, menganalisa kemungkinan dan konsekuensi/dampak dari risiko tersebut, dan mengevaluasi pilihan-pilihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan.

Akan tetapi, tidak semua bahaya atau bencana dapat sepenuhnya dimitigasi. Untuk itu, PDAM juga harus memasukkan penilaian risiko multi bahaya ke dalam proses perencanaan keberlanjutan mereka. Dengan adanya rencana tanggap darurat, mereka akan mampu bereaksi secara lebih cepat dan melakukan upaya pemulihan secara lebih efisien ketika sistem mengalami kerusakan atau gangguan.

Yang terpenting, mengingat PDAM mungkin harus bisa mengambil keputusan dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian, PDAM dapat mengadopsi kerangka berbasis risiko untuk membantu proses pengambilan keputusan melalui strategi yang fleksibel dan tindakan bertahap. 

Terdapat beberapa langkah konkret yang dapat diambil oleh para perencana dan ahli teknik (engineers) untuk dapat meningkatkan ketahanan infrastruktur air bersih:

  • Memahami data. Menilai risiko dan merancang komponen utama sistem penyediaan air minum yang berkualitas (termasuk scenario di masa depan) dengan berdasarkan prinsip engineering yang baik serta data iklim dan kerentanan.
  • Bersiap dan menyusun rencana untuk bencana yang lebih besar dan lebih sering, seperti gempa bumi, banjir, dan periode curah hujan yang lebat.
  • Merancang sistem cadangan (redundancy) ke dalam sistem pasokan air. Sistem dirancang sedemikian rupa sehingga apabila suatu komponen terganggu, sistem tersebut masih dapat berfungsi dan tersedia sumber air alternatif untuk dapat tetap melayani penduduk.
  • Mulai dari pondasi yang kokoh. Pemilihan lokasi perlu dilakukan secara berhati-hati untuk memastikan lokasi tersebut tidak terletak di daerah berisiko tinggi, dan pertimbangkan metode penguatan tanah yang sesuai. Komponen infrastruktur yang  penting perlu ditempatkan di atas ketinggian banjir dan peralatan penting (misalnya, peralatan dan server) perlu dilengkapi dengan pelindung/pembatas banjir.
  • Gunakan material yang tahan lama. Membangun infrastruktur baru menggunakan materi beton, baja, atau komposit untuk komponen struktural (lebih tahan lama dibandingkan kayu atau aluminium), dan menggunakan sambungan yang fleksibel dan bahan elastis untuk pipa. Selain itu, dampak perubahan iklim, termasuk risiko banjir, harus dimasukkan dalam rancangan. Teknik perkuatan (retrofitting) seperti beton penguat atau baja pengeras (reinforced steel) dapat mencegah terjadinya tekukan (buckling) pada struktur yang sudah tua.
  • Ingat, ketahanan infrastruktur merupakan proses yang berkelanjutan. Lakukan pemeliharaan rutin, dan kembangkan sistem pengelolaan aset yang baik untuk secara terus-menerus memantau kerentanan dalam sistem dan infrastruktur demi penyediaan layanan yang berkelanjutan.

Peningkatan ketahanan dihasilkan dari data kerentanan yang baik, penilaian risiko yang menyeluruh, dan mitigasi yang efektif di dalam lingkungan yang mengizinkan perbaikan untuk terjadi.  Di Magelang, letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 mengancam masuknya debu vulkanik ke dalam mata air alami yang memasok air kota tersebut. Abu tersebut dapat berdampak pada kinerja instalasi pengolahan air. Saat itu para pejabat PDAM di Magelang telah mengidentifikasi bahaya tersebut dan memitigasi risikonya dengan menutup/melindungi mata air tersebut dalam struktur beton bertulang. Lima sumber air Magelang semuanya tetap bersih, dan sistem pengolahannya relatif tidak terdampak oleh bencana alam tersebut.

Keberhasilan Magelang membuktikan nilai positif dari proses pengambilan keputusan berbasis risiko yang efektif. Meskipun bencana alam jarang sekali dapat dicegah, apabila kita merencanakan ke depa n, kita dapat mengurangi risiko, dan mempersiapkan masa depan yang penuh ketidakpastian dengan percaya diri.

Didukung oleh Global Facility for Disaster Reduction and Recovery (GFDRR), laporan yang berjudul “Building the Capacity of Water Supply Providers in Disaster Risk Management and Climate Adaptation in Indonesia” disusun untuk menyoroti aspek teknis dari perencanaan dan pengelolaan sistem penyediaan air minum perkotaan yang tangguh. Laporan tersebut memberikan informasi dan masukan dalam penyusunan serangkaian modul pelatihan bagi Akademi Teknik Tirta Wiyata, sebuah lembaga pendidikan tinggi yang membina para tenaga profesional di bidang penyediaan air dan sanitasi

 

Baca lebih lanjut:


Authors

Irma Magdalena Setiono

Senior Water Supply and Sanitation Specialist, World Bank, Indonesia

Jian Vun

Senior Disaster Risk Management Specialist, World Bank

Muhammad Halik Rizki

Disaster Risk Management Specialist

Devan Kreisberg

Communications Consultant

Join the Conversation

The content of this field is kept private and will not be shown publicly
Remaining characters: 1000